Lihat ke Halaman Asli

Mirah Mendemo Guru!!

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

[caption id="attachment_81484" align="alignleft" width="300" caption="ilustrasi dari www.images.google.com.au"][/caption] Mirah yang bibirnya selalu merona merah, seharian ini marah-marah. Bukan karena dasternya yang berubah menjadi biru padahal dia alergi warna selain merah. Hatinya gerah membuat ia tidak betah terus duduk di rumah.

Setelah berbenah dan mengganti pakaian yang ia rasa pantas, gaun terusan sepuluh senti di atas lutut warna merah beraksen ungu. Ikat pinggang lebar warna ungu dengan bintik-bintik putih. Tas tangan warna marun, hmmm dominan merah juga sih, sepatu berhak tinggi warna unggu bersemu merah. Hmmm tambahan bros bunga mawar di dada bagian kanan (kata seorang teman, kalau masangnya di sebelah kiri ntar dibilang kekiri-kirian).

Rambutnya ia biarkan terurai sampai ke bawah bahu dengan satu jepit kecil manis berbentuk bintang berwarna merah. Setelah mematut sekali lagi di depan cermin, Mirah melangkah gagah. Belum berapa jauh melangkah, buru-buru Mirah balik ke rumah. Rupanya ia lupa berpamitan sama eyangnya.

“Eyang sayang, Mirah pergi dulu ya...”

Sepi…, tidak ada jawaban.

Sekali lagi Mirah menyapa dengan sedikit diberi nada, hmmm nadanya 5-3-5, E.e.yang. Persis anak-anak yang merajuk pada neneknya. Atau mungkin kekasih merajuk pada pujaan hati. Tak tahulah, tapi tumben Mirah merajuk sama eyangnya. Biasanya juga kalau mau pergi ya pergi saja. Hal aneh yang lain, Mirah khan lagi marah, kok pamitnya centil gitu?

Karena tidak ada jawaban Mirah dengan sedikit bersungut berbalik langkah dan segera pergi. Baru di depan pintu ada suara dari dalam kamar.

“MIRAHHHHHHHHHHH”

Dengan sedikit terperanjat, Mirah balik arah kembali ke dalam rumah.

“Iya eyang ada apa?”

“Sudah jam berapa, waktunya sinetron belum?”

“Eyang sayanggggg, ini masih pagi. Masih jam 8 pagi. Sinetronnya jam 6 sore. Eyang merenda lagi aja deh.” Kata Mirah persis ibu guru TK memberitahu siswanya.

“Kamu mau ke mana Rah?”

“Mau ke sekolah Eyang. Mau protes!!”

“Protes knapa? Apa karena dastermu jadi biru?”

“Ga eyang. Daster itu udah aku bakar, jijik aku lihat daster warna biru.”

“Lha trus, ngapain protes-protes. Kamu khan ga punya anak di sana?”

“Ya protes saja. Lha mereka ngajarnya nggak bener Eyang. Mereka harus didemo!”

“Kok kamu demo cantik begitu? Cari suami lagi yaaa… hayo ngakuuuu…?”

“Ahhh, ga kok Yang. Khan aku memang cantik dari dulu. Kalau aku ga cantik bukan kembang kampong dong namanya? Khan Eyang juga yang ngajari tampil cantik?”

“Sudahlah rah, nanti kalau dicubit-cubit ya kamu yang untung!”

“Kok Eyang gitu? Jijaylah kalau sampai badan aku dicubit-cubit sama guru-guru itu, ihhh emang Mirah perempuan apaan?”

“Lho kamu emangnya perempuan apaan Rah?”

“Ahh, sudah ah. Eyang kayak Maimunah saja, nanya Mirah perempuan apaan. Perempuan baik-baiklah. Taat beribadah dan rajin menabung.”

Qiqiqiqiqiqi….(Suara tawa eyangnya Mirah, karena mendengar Mirah rajin beribadah dan taat menabung. Eh salah, taat beribadah dan rajin menabung. Kok jadi ikutan salah, gara-gara Mirah ini.)

“Kok ketawa sih Yang? Khan bener kalau aku ini taat sembayang, baik hati, ramah dan rajin menabung…”

WKWKWKWK (akhirnya, eyang Mirah yang selama hidupnya tidak membiarkan dirinya tertawa lebar, tak kuasa menahan diri untuk tertawa. Cucu kesayangannya itu ramah katanya… hmmm setiap hari marah-marah kok ramah.)

“Kok makin kencang ketawanya? Ada yang salah?”

“Mirah…(sambil mengusap air mata yang meleleh karena tawa)… kamu seharian marah-marah kok bilang ramah”

“Lho Eyang ini gimana tho. Kalau Mirah itu marah-marah, itu tandanya Mirah peduli, memiliki perhatian. Kalau Mirah diam saja, itu artinya Mirah ga punya perhatian. Orang punya perhatian khan ramah.”

“Sudahlah Rah, terserah kamu mau apa.”

“Sudah ya Yang, Mirah pergi demo dulu. Eyang baik-baik di rumah. sinetronnya masih nanti sore kok.”

“Ehhh, emangnya kenapa sih kok kamu demo?”

“Eyanggggggg. Khan udah Mirah beritahu. Hari ini aku mau demo karena guru-guru itu nggak bener ngajarnya.”

“Kok kamu tahu guru-guru nggak bener ngajarnya?”

“Khan ada berita Eyang. Mirah baca, mirah dengar. Guru-guru itu mogok. Mereka ga mau ngajar lagi.”

“Kalau mogok khan berarti ga ngajar? Lho di mana nggak benernya? Khan nggak ngajar kok kamu bilang ngajarnya nggak bener?”

“EYANGGGGGGGGG…….. GURU-GURU ITU HARUS NGAJAR BUKAN MOGOK BEGITU” (kali ini rupanya Mirah sudha mulai demo, eyangnya diteriaki!)

“Sabarrrrrrr Mirah cantik, Mirah sayang, Mirah kembang kampunggggg…. Sabar… sabar …”

“NDAK BISA SABAR EYANG!”

“Iya…., tapi khan untuk apa kamu membentak eyang? Duh jadi dag-dig-dug jantungku.”

“Udah Yang, Mirah pergi dulu.”

“Mirahhh..sabar…. Eyang belum selesai nanya.”

“Buruan Eyangggg… Mirah sibuk ini. Jadwal padat.”

“Kok kamu tahu guru-guru di kampong kita mogok. Mogok kenapa mereka?”

“Bukan di kampong kita Eyang. Di sana tuh, di Banyuwangi. Di ujung timur pulau Jawa ini. Guru-guru pada demo, mereka mogok ngajar.”

“Lho, knapa mereka mogok ngajar, khan harusnya ngajar? Apa gajinya kurang?”

“Itulah Eyang, makanya Mirah mau demo. Mereka itu katanya solider, setia kawan dengan para guru bantu yang belum diangkat menjadi PNS, terus mereka mendemo Bupati atau Wedana Mirah kurang tahu. Tapi yang jelas mereka mogok ngajar. NGGAK BENER ITU EYANG. GURU ITU HARUS NGAJAR DI KELAS!!! KHAN KASIHAN PARA MURID DIBIARKAN TERLANTAR!!!”

“Mirahhhhh jangan keras-keras. Sakit kuping Eyang.”

“Esmosi ini Eyang.”

“Emosi.”

“Sama saja.”

“Mirah, khan yang mogok di Banyuwangi? Kok kamu demo di kampong kita?”

“Ya khan sama-sama guru. Biar guru di kampung kita ini memberitahu temannya di sana itu untuk kembali ke kelas dan mengajar. Ini sudah dekat UAN, kok malah demo ga karuan. Kasihan khan para murid?”

“Kok kamu tidak demo Pak Lurah saja. Khanlebih cepat nanti penanganannya? Dia bisa panggil kepala sekolahnya atau apa begitu.”

“Ahhh… Pak Lurah suka pakai kemeja biru. Mirah alergi sama kemeja biru. Lagian, Pak Lurah habis didemo. Kasihan didemo terus.”

Hening……..

…………………

………………..

Tiba-tiba…

“Mirah sudah jam berapa? Sudah sinetron belum?”

“Eyang ini, masih pagi iniiiiii. Tuh lihat, masih jam HAHHHH SUDAH JAM 6 SORE? Cepat Eyang keburu sinetronnya selesai.”

(huffhhh… akhirnya mereka menuju ruang tipi. Mirah nggak jadi mendemo guru, karena hari sudah sore.)

Salam,

Melbourne, 25-02-10

Kisah Mirah yang lain:

1.Mirah, Merah, Murah, Marah.

2.Mirah Berdaster Biru.

3.Mirah Sedang Bersedih.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline