[caption id="attachment_65677" align="alignleft" width="300" caption="Opera House dan Harbour Bridge - Identitas kota Sidney (foto koleksi pribadi)"][/caption] Akhir pekan kemarin saya habiskan di Sidney. Teman semasa SMA mengundang saya datang. Dua hari bukanlah waktu yang panjang, apalagi tidak utuh benar dua hari. Maka kami hanya menghabiskan waktu dengan makan dan jalan-jalan. Tempat yang ada dalam pikiran saya untuk dikunjungi adalah Opera House. Rasanya belum ke Sidney kalau belum ke Opera House.
Mungkin saya bukan satu-satunya orang yang berpikir bahwa Opera House adalah simbol kota Sidney. Agak mengherankan, karena bangunan ini tergolong baru. Mulai dipikirkan pembangunannya pada tahun 1940 ketika Eugene Goossens, direktur pertunjukan dan musik negara bagian New Sout Wales (NSW) menginginkan sebuah tempat pertunjukan yang sangat besar. Eugene Goossens didukung oleh Guberbur NSW Joseph Cahill.
Maka dimulailah proses pembangunan gedung pertunjukan tersebut. Yang pertama dilakukan adalah mencari tempat. Kemudian menentukan rancangan bentuk bangunan, termasuk di dalamnya arsitek yang akan merancangnya. Untuk yang kedua ini, rancangan bangunan ini dilombakan. Bahkan pesertanya bukan hanya khusus untuk orang Sidney atau Australia, tetapi terbuka untuk semua orang dari seluruh dunia.
Pemenangnya adalah Jorn Utzon, seorang Denmark. Tahun 1957Utzon datang ke Sidney untuk melihat lokasi bangunan dan memulai proyek raksasa tersebut. Menempati lokasi bekas pelabuhan di dekat jembatan Habour (Harbour Bridge) yang juga sangat terkenal, membuat kedua bangunan tersebut sungguh menjadi ikon kota Sidney bahkan Australia. Bahkan pada 28 Juni 2007, bangunan tersebut dinyatakan sebagai warisan dunia yang patut dilindungi.
Ternyata hampir setiap kota memiliki bangunan atau daerah yang menjadi cirri khasnya. Seperti kota Jakarta terkenal dengan Tugu Monas, Kuala Lumpur dengan Menara Kembar Petronas, Paris dengan menara Eiffel, dan masih banyak lagi. Tidak selamanya sebuah kota dikenal akrena hal yang indah dan bagus,ada juga yang dikenal karena hal yang negatif. Misalnya sebuah kota di kenal karena perjudiannya, karena tebrutalannya semrawutnya, karena bahayanya, karena banjirnya, karena kotornya, dsb. Tentu sangat menyenangkan jika kota kita dikenal karena sesuatu yang indah dan positif.
Berkaitan dengan bangunan-bangunan yang menjadi ciri khas kota, menarik untuk diamati bahwa bangunan-bangunan itu, sebagian besar dibangun kemudian hari, jauh setelah kota tersebut terbentuk. Kita kembali ke kota Sidney dengan Opera Housenya. Sidney, jika melongok pada sejarahnya sudah terbentuk lama, jika menghitung berdasar masuknya bangsa Eropa kita bisa menggunakan angka abad ke-17. Jika merujuk kepada penghuni daerah tersebut, kelompok Aborigin, kita akan kesulitan menentukan awal mulanya, karena pasti sudah lama sekali.
Kenyataan di atas, bahwa ciri khas dan identitas sebuah kota bisa diubah, bisa dibangun kemudian hari, memaksa saya bertanya apakah ciri khas dan identitas manusia juga bisa dibangun di kemudian hari? Kerap kali kita menjumpai orang-orang yang berkata, “saya ini ya seperti ini, kalau mau menjadi teman saya ya terima saya apa adanya.” Benarkah manusia tidak bisa berubah? Benarkah seseorang sudah dilahirkan jahat atau suci?
Mestinya manusia bisa berubah dan diubah. Manusia adalah makhluk hidup yang memiliki akal, hati, dan kehendak bebas. Tentunya ia bisa berubah, jika ia mau.
Seperti kota Sidney yang mendapatkan identitasnya jauh di kemudian hari, rasanya tidak ada kata terlambat untuk ‘membangun’ identitas diri. Atau jika tidak membangun, barangkali merubah, atau sekadar memperindah dan ‘merenovasi’ identitas diri.
Semoga kita dikenal karena identitas kita yang baik.
Melbourne, 01-02-10
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H