Lihat ke Halaman Asli

Dunia Orang Sopan

Diperbarui: 26 Juni 2015   18:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Di sini kami langsung memanggil nama. Bahkan kepada atasan pun kami memanggil nama.” Kata seorang teman menceritakan kebiasaan menyapa di kota di mana sekarang saya tinggal. Rasanya saya kikuk menyapa orang yang jauh lebih tua dari saya hanya dengan namanya saja. Rasanya kok tidak sopan.

Saya tumbuh dan dibesarkan dalam adat di mana kita mesti menghormati orang lain. Maka ada banyak atribut dikenakan di depan nama seseorang untuk menghormatinya, Mas, Abang, Kakak, Adik, Koko, Meme, Cici, Ibu, Bapak, Tuan, dan masih banyak lagi.

Ajaran sopan santun yang begitu luhur diajarkan oleh orangtua, tentu tidak mudah untuk dilepaskan. Saya masih menyebut seseorang dengan embel-embel ibu atau bapak, meski mereka berulang kali meminta dipanggil dengan namanya saja.

“Di sini menyebut gelar tidak ada hubungannya dengan sopan santun!” Kata seorang teman ketika saya mengatakan bahwa langsung menyebut nama itu tidak sopan.

Kemudian teman saya menunjukkan arti sopan santun dengan melihat kenyataan di jalan raya.Orang mematuhi rambu-rambu di jalan, orang mau mengantri, yang lemah/sakit didahulukan, parker pada tempatnya, di daerah zebra cross, para pejalan kaki diberi kesempatan dan didahulukan, para pengemudi tidak ada yang membunyikan klakson agar orang-orang itu minggir. Tidak ada saling serobot, klakson bertubi-tubi, semuanya tenang, semua mau menunggu. Dan banyak prilaku lain yang sungguh mencerminkan orang yang sopan.

Meskipun mereka langsung memanggil nama, ternyata mereka sangat sopan, mereka tahu menghormati orang lain.

Kemudian saya terkenang dengan keadaan jalan raya di kampong halaman. Melanggar lampu merah adalah hal biasa, bahkan kalau berhenti di lampu merah akan diklakson dari belakang. Orang harus pandai-pandai menyerobot, bahkan kendaran yang hendak menurunkan penumpang pun tidak mau minggir terlebih dahulu. Di sana berlaku hokum yang kuat dan berani dialah yang menang.

Mengapa ajaran sopan santun untuk menghormati orang lain hilang ketika berada di jalan? Namun saya masih kerap mendengar, “kita ini orang timur berbudi luhur, yang tahu menghormati orang lain!” Melihat tata hidup orang barat yang sungguh bisa menghormati orang lain saya sungguh malu untuk mengatakan ‘aku berasal dari dunia orang sopan’.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline