Kabupaten Sumenep di Ujung Timur Pulau Madura pernah tercatat dalam sejarah sebagai tempat perlindungan bagi Nararya Sanggramawijaya dan trah singosari yang tersisa setelah kerajaan besar itu secara tragis justru harus takluk oleh Pemberontakan Adipati Jayakatwang dari Gelang-gelang.
Pemberi Suaka atau perlindungan tersebut adalah Arya Wiraraja, seorang patih senior kerajaan singosari yang keras menolak ekspedisi pamalayu sehingga harus rela diturunkan kedudukannya dari patih kerajaan menjadi adipati di Sumenep. Momentum inilah yang nantinya menjadi titik tolak bangkitnya trah singosari dan berdirinya kerajaan baru bernama Majapahit.
Salah satu jejak peninggalan bersejarah yang masih eksis sampai dengan saat ini adalah Masjid Agung Sumenep yang terletak tepat di sebelah barat Alun-alun Kota.
Masjid Agung Sumenep ini cukup populer sebagai destinasi wisata religi bagi para peziarah yang berdatangan tidak hanya dari nusantara melainkan juga dari mancanegara.
Rombongan peziarah biasanya memanfaatkan fasilitas ruang-ruang singgah atau pesanggrahan di serambi luar untuk bermalam atau melaksanakan i'tikaf di beranda masjid sebelum melanjutkan rute ziarahnya ke astana yusuf di talango atau ke makam raja-raja sumenep di Asta Tinggi.
Masjid di ujung timur pulau madura ini disinyalir sebagai salah satu masjid dengan perpaduan arsitektur multi etnis yang indah, unik dan eksotik. Di Balik Kemegahan, keindahan dan eksotisme masjid agung yang mulai dibangun pada 1779 M itu ternyata menyimpan sebuah catatan menarik jejak perjalanan keluarga pengungsi tionghoa yang di kelak kemudian hari berhasil menggores sejarah di ujung timur pulau madura.
Tragedi geger pecinan yang terjadi di batavia meninggalkan trauma yang belum lagi sirna. huru-hara yang merenggut ribuan nyawa warga tionghoa di batavia itu menjadi ihwal migrasi besar-besaran warga tionghoa ke sejumlah daerah di jawa.
Tidak berselang lama aksi-aksi perlawanan terhadap VOC dan sekutunya berkembang meluas di semarang dan kota-kota pendudukan VOC di sepanjang pantai utara jawa. Sayangnya perlawanan heroik laskar tionghoa tersebut dapat dipatahkan dan kekuatan yang tersisa menjadi tercerai berai menyelamatkan diri.
Keluarga Lauw memilih hijrah dari semarang ke lasem yang saat itu menjadi tujuan utama pengungsian warga tionghoa serta sisa-sisa laskar pejuang tionghoa yang berjuang menyusun kekuatan perlawanannya kembali.
Adipati Lasem Oei Ing Kiat yang bergelar Tumenggung Widyaningrat mengizinkan mereka membuka beberapa perkampungan baru sehingga diperkirakan saat itu jumlah penduduk lasem meningkat pesat hingga dua kali lipat.