Piala Dunia 2018 telah usai. Perancis berhasil menjadi juara setelah mengalahkan tim kuda hitam Kroasia 4-2 dalam final yang diadakan di Stadion Luzhniki, Moskow. Piala Dunia tahun ini berhasil menghasilkan banyak kejutan, seperti tersingkirnya banyak tim papan atas seperti Jerman, Brazil dan Spanyol serta bangkitnya tim kuda hitam seperti Kroasia, Belgia, dan Rusia. Namun, artikel ini tidak akan membahas tentang gelaran ataupun aksi sepakbola di lapangan, tetapi mengenai bagaimana pengaruh penyelenggaraan Piala Dunia bagi Rusia, negara tuan rumah dan kebijakan luar negerinya.
Dalam ilmu hubungan internasional, konsep "power" atau kekuatan nasional adalah konsep yang sangat penting. Kekuatan nasional membuat sebuah negara mempunyai kedudukan atau prestise yang lebih dalam sistem internasional, terlebih jika kekuatan tersebut bisa diproyeksikan hingga belahan dunia lain atau bahkan, seluruh dunia.
Joseph Nye dan Robert Keohane membagi "power" dalam dua jenis: hard power dan soft power. Hard power didefinisikan sebagai power yang bersifat memaksa, keras, dan membuat negara lain, khususnya negara kecil tidak punya pilihan. Sedangkan soft power digambarkan sebagai power yang bersifat lunak, melalui "attraction" atau ketertarikan terhadap suatu negara baik dalam bidang sosial budaya, termasuk seni, media, iptek, dan olahraga.
Selama ini, Rusia adalah negara yang memiliki hard power yang cukup potensial, terutama di bidang keamanan dan militer. Sayangnya, penerapan hard power Rusia berujung pada terisolasinya Rusia dari berbagai aspek dunia internasional, khususnya bangsa Barat. Rusia dianggap sebagai negara ekspansionis melalui kebijakannya yang kontroversial di Georgia, Ukraina, Suriah serta mendukung negara-negara berezim non-demokratis seperti Iran, Korea Utara hingga Venezuela.
Meskipun sebenarnya, apa yang dilakukan Rusia juga tidak lebih buruk dibanding Amerika Serikat yang telah menggunakan hard powernya untuk memperdaya negara lain mulai dari Yugoslavia, Irak, hingga Libya. Meskipun begitu, hard power Rusia pada saat ini telah membuatnya bangkit dari keterpurukan era 1990-an hingga kini Rusia mempunyai potensi untuk kembali menjadi negara adikuasa, dengan syarat pertumbuhan ekonomi harus sesuai ekspektasi serta masalah demografi di negara tersebut bisa diselesaikan dengan baik.
Rusia memasuki kesempatannya untuk menggelar Piala Dunia 2018 tidak hanya dengan hubungan yang kurang baik di mata Barat, namun juga menjadi korban soft power dari negara-negara Barat tersebut. Selain melalui media-media Barat yang memkambinghitamkan Rusia dengan kebijakan ekspansionismenya, soft power Barat untuk menjatuhkan Rusia juga diwujudkan melalui film, khususnya Hollywood.
Hampir semua film Hollywood yang menggambarkan Rusia memberi contoh atau stereotip negatif tentang Rusia sebagai negara dingin antah berantah, serta menggambarkan penduduk Rusia dengan segala yang jelek melalui tokoh-tokoh seperti bandar narkoba, mafia, psikopat, pembunuh bayaran dan lain-lain. Selain itu, dunia Barat berusaha menjelekkan Rusia juga melalui beberapa skandal seperti skandal doping yang belum jelas kebenarannya.
Melalui Piala Dunia 2018, Rusia berkesempatan menunjukkan dirinya yang sebenarnya - sebuah negara yang ramah, terbuka untuk wisatawan asing serta penuh dengan kekayaan budaya dan sejarah. Pada upacara pembukaan, Rusia memadukan budaya tradisional dengan mengundang Robbie Williams. Selama Piala Dunia, tamu-tamu asing datang dan diterima dengan baik serta membaur dengan masyarakat lokal. Kekhawatiran tentang rasisme dan hooliganisme yang merebak tidak terbukti. Dengan Rusia menjadi sorotan dunia, Rusia berhasil mempromosikan image yang lebih positif tentang negaranya.
Suasana musim panas yang ceria meruntuhkan image Barat tentang Rusia yang menggambarkan Rusia sebagai negara dingin, kaku dan suram. Keamanan dan tata kota yang terjaga dengan baik juga membuktikan bahwa gosip yang menyatakan "lebih banyak gangster dibanding polisi di Rusia" juga tidak benar. Lewat Piala Dunia, Rusia mempunyai soft power yang mengubah persepsi dunia terhadap Rusia, dan tentunya juga meningkatkan minat masyarakat dunia untuk mengunjungi Rusia.
Bulan depan, Indonesia akan menjadi tuan rumah Asian Games. Indonesia bisa berkesempatan menggunakan Asian Games sebagai simbol persahabatan bagi tamu-tamu se-Asia, dan menunjukkan keramahan dan indahnya budaya Indonesia kepada masyarakat internasional, serta menghapus citra negatif masyarakat asing terhadap Indonesia. Olahraga adalah alat diplomasi yang sangat efektif.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H