Lihat ke Halaman Asli

Perguruan Tinggi Negeri, Perjuangan di Jalur SNBP, SNBT hingga Mandiri

Diperbarui: 25 Juli 2024   08:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

.

Banyak cerita seru waktu pertemuan keluarga saat Hari Raya Idul Adha yang lalu. Salah satunya adalah tentang pengumuman kelulusan SNBT dan nilai UTBK.

Dalam pertemuan keluarga itu, ada beberapa anak yang tahun ini mengikuti Ujian Masuk PTN. Mereka saling bercerita dan curhat tentang pengalaman mereka. Selama tiga tahun terakhir, mereka rajin belajar sampai mengurangi jam tidur demi menjadi siswa eligible yang bisa dapat jalur prioritas di SNBP.

Salah satu anak cerita bahwa dia mendaftar jalur SNBP dan memilih Fakultas Kedokteran di salah satu universitas di Pulau Sumatera. Tapi, saat pengumuman, ternyata dia tidak diterima. Dia merasa sedih, kecewa, bahkan menangis. Ada juga yang mendaftar di Universitas Diponegoro, tapi hasilnya sama, tidak diterima.

Mereka mencoba lagi di jalur SNBT, tapi masih belum diterima juga.

Untunglah, dalam pertemuan itu, ada salah satu mahasiswa Universitas Indonesia jurusan Teknik, namanya Bimo. Bimo sudah semester akhir.

Melihat beberapa sepupunya yang belum lolos dari jalur SNBP dan gagal di jalur SNBT, Bimo memberikan semangat. Dia bilang kepada adik-adiknya agar tetap semangat karena banyak jalan menuju Roma dan Tuhan pasti punya rencana baik buat mereka. Karena banyak juga peserta UTBK yang merasa depresi setelah ditolak di jalur SNBT, bertanya-tanya, "Apakah aku sebodoh ini? Mengapa dia bisa diterima, sementara aku ditolak?"

Bimo juga bercerita tentang pengalamannya di semester akhir kuliah. Saat ini, dia sedang menyusun skripsi. Menurutnya, menyusun skripsi butuh usaha besar untuk tetap tekun. Dia menunjukkan perhitungan dan tabel-tabel di laptopnya yang kami tidak paham sama sekali. Bimo juga bercerita tentang persiapan bahan yang harus diuji di laboratorium, trial and error, hingga mendapatkan hasil penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan dan dipublikasikan.

Bimo juga sempat kesulitan dalam mengumpulkan bahan dan artikel untuk referensi skripsinya.

Kami mendengarkan cerita Bimo dengan antusias. Kuliah terlihat seru karena tidak perlu memakai seragam lagi seperti di SMA, rambut pria boleh dipanjangkan, dan mahasiswa-mahasiswi terlihat keren dengan laptop mereka, seperti di drama Korea.

Sejujurnya, para mahasiswa pun banyak tekanan. Mereka harus mengejar nilai IP tinggi agar bisa diterima bekerja nanti. Persaingan semakin berat, dan mata kuliah lebih sulit karena kita mempelajari suatu bidang ilmu secara lebih mendalam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline