Dunia yang ideal, bebas dari kesenjangan sosial, korupsi, dan keserakahan -- bukankah itu impian semua orang? Konsep inilah yang coba diwujudkan Sir Thomas More dalam novel fiksi satirnya, Utopia, terbit pada 1516.
Melalui Utopia, kita diajak berkelana ke sebuah pulau dengan sistem sosial yang sempurna, namun juga ditantang untuk melihat realita dunia yang kita tinggali.
Utopia: Gambaran Masyarakat Ideal
Diceritakan melalui kisah penjelajah bernama Raphael Hythlodaeus, Utopia menggambarkan masyarakat yang hidup kolektif. Uang dan kepemilikan pribadi dihapuskan, digantikan dengan sistem kerja bersama untuk memenuhi kebutuhan semua warga. Pendidikan gratis dan wajib, hukum yang adil dan sederhana, serta toleransi beragama menjadi pilar utama Utopia.
Kritik terhadap Realita
Namun, Utopia bukan sekadar utopia. Melalui gambaran masyarakat yang sempurna, More sebenarnya melakukan kritik sosial yang tajam terhadap Inggris pada masanya. Keserakahan, ketidakadilan, dan korupsi yang merajalela dipertanyakan. Utopia menjadi cerminan bagi masyarakat Inggris untuk berbenah diri.
Relevansi Utopia di Abad ke-21
Meskipun ditulis berabad-abad lalu, Utopia tetap relevan hingga saat ini. Beberapa permasalahan yang disoroti More masih kita hadapi, seperti kesenjangan sosial yang kian melebar dan krisis lingkungan akibat eksploitasi berlebihan.
Konsep masyarakat kolektif yang mengedepankan kesejahteraan bersama dapat menjadi inspirasi dalam menghadapi tantangan global seperti perubahan iklim dan krisis pangan.
Utopia: Mimpi atau Acuan?