Lihat ke Halaman Asli

Hendra Wardhana

TERVERIFIKASI

soulmateKAHITNA

Mengatasi Doktrin Film G30S-PKI, Mengatasi Ketidaktahuan Sejarah Melalui Teks Sastra

Diperbarui: 29 September 2024   19:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sastra dan nonsastra yang merepresentasikan tragedi September 1965 (dok.pribadi).

Ragam referensi perlu dibaca untuk menggali narasi sejarah yang lebih utuh tentang berbagai peristiwa penting bangsa Indonesia. Banyak teks, baik sastra dan nonsastra merepresentasikan dengan baik pengaruh serta dampak tragedi September 1965 bagi kehidupan masyarakat.

Terjadi setiap jelang dan saat 30 September tiba. Ramai orang membincangkan film pemberontakan PKI atau G30S-PKI. Masih sering pula film tersebut digunakan sebagai media propaganda untuk mendegradasi sosok tertentu sambil mengagungkan sosok lain. 

Meski setelah orde baru runtuh dan terungkap fakta-fakta yang meluruskan sejarah G30S-PKI, pandangan sebagian masyarakat seolah tak beranjak dari narasi yang disodorkan dalam film itu. Pengetahuan publik tentang peristiwa PKI tahun 1965 terpaku seputar penculikan serta pembunuhan para jenderal, usaha mengganti Pancasila, dan kepahlawanan Soeharto sebagai penumpas PKI. 

Peristiwa G30S-PKI memang nyata sebagai salah satu tragedi terkelam dalam sejarah Indonesia. Namun, pengetahuan masyarakat seolah berhenti pada jalan cerita filmnya.

Terbatasnya wawasan sebagian masyarakat Indonesia mengenai peristiwa 1965 disebabkan karena selama puluhan tahun film G30S-PKI dijadikan sebagai sumber pengetahuan utama yang wajib ditonton dan dihafalkan sejak bangku SD. 

Narasi tunggal yang dibangun secara masif dan sistematis oleh rezim orde baru telah menyerupai doktrin. Akibatnya masyarakat tidak mau dan tidak mampu untuk menerima sudut pandang lain terkait kejadian sebenarnya. Masyarakat Indonesia menjadi tidak memiliki ketertarikan pada sejarah lainnya terkait peristiwa tersebut. 

Padahal peristiwa 1965 memiliki lingkup luas yang sudut pandangnya tak sebatas politik dan keamanan. Pengaruh dan dampaknya pada aspek sosial, budaya dan kemasyarakatan justru tidak kalah besar dan nyata. Dampak tersebut terus dirasakan oleh banyak orang hingga bertahun-tahun kemudian, bahkan seumur hidupnya.

Tanah Air yang Hilang (dok.pribadi).

Beragam sumber dan referensi yang bisa digali untuk memahami peristiwa 1965 secara lebih utuh. Banyak buku telah ditulis baik sebagai biografi, reportase, penelusuran arsip, cerita fiksi sejarah hingga teks sastra yang menerangkan penderitaan orang-orang yang menjadi korban kesewenang-wenangan dan propaganda anti-PKI pasca 30 September 1965.

Ambil contoh "Tanah Air yang Hilang" karya Martin Aleida. Buku ini menghimpun cerita dan wawancara dengan para eksil, yakni orang-orang Indonesia di luar negeri yang kehilangan status WNI-nya karena kebijakan dan intrik politik Jenderal Soeharto. Paspor mereka dicabut. Kewarganegaraanya dihapus dan tidak diakui. Sebab mereka dianggap pengikut setia Soekarno dan dituduh simpatisan komunis. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline