Perjuangan Garuda Muda untuk mengakhiri mimpi buruk berkepanjangan di arena sepakbola SEA Games mencapai puncaknya malam nanti. Keping medali emas sudah pasti jadi target dan misi tertinggi.
Walau itu tidak mudah untuk diwujudkan. Sebab lawan yang akan dihadapi ialah Thailand. Negara dengan tradisi sepakbola terkuat se-Asean.
Apalagi, seolah berlaku kutukan bahwa selalu negeri gajah putih itulah yang menggagalkan kesempatan Indonesia menjadi juara. Berulang kali bertemu di partai puncak, baik level senior maupun yunior, berulang kali pula Timnas Indonesia dipaksa menelan pil pahit oleh Thailand. Timnas bisa menang dari negara mana pun di Asean, tapi segera menjadi antiklimaks setiap berjumpa Thailand.
Bayang-bayang kutukan itu sekarang datang lagi. Euforia timnas usai memukul Vietnam di semifinal bisa menjadi bumerang dan ancaman. Optimisme dan gairah yang tak terkendali untuk menuntaskan puasa gelar selama 32 tahun bisa berbalik menjadi senjata makan tuan. Rasa haus para pendukung timnas yang telah lama menanti perayaan pesta juara juga bisa menjadi beban yang terbawa oleh para pemain di lapangan nanti.
Selain bayang-bayang kutukan di atas, perjuangan Garuda Muda sangat mungkin diganggu oleh kutukan politik. Yakni manuver-manuver genit dari parpol dan politisi. Termasuk dari para capres atau tokoh-tokoh yang punya ambisi serupa.
Tahun politik yang semakin memanas dengan telah dimulainya tahapan pemilu 2024 akan mendapatkan salah satu momentum terbaik lewat final sepakbola SEA Games 2023. Keberhasilan Garuda Muda menembus final dipastikan telah dipantau oleh para politisi dan (bakal) capres.
Paling tidak itu sudah terlihat jelang semifinal melawan Vietnam kemarin. Seorang bakal capres mendadak menjadi "si paling peduli sepakbola". Padahal baru saja ia dan parpolnya melancarkan misi sukses menggagalkan Piala Dunia yang sedianya digelar di Indonesia.
Begitulah contoh kegenitan politisi yang suka membajak prestasi olahraga tanah air. Begitu pula watak politik Indonesia yang gemar menunggangi sepakbola sebagai wahana pemulus kepentingan dan pencintraan.
Sayangnya, beberapa pihak di lingkaran timnas seakan membiarkan itu terjadi. Bahkan, cenderung memberi ruang dan panggung bagi kepentingan politik untuk turut mencampuri perjuangan Garuda Muda.
Menerima panggilan video dari politisi menjelang pertandingan mestinya dihindari. Sebab hampir dipastikan panggilan video tersebut bukan tanpa pamrih. Ada kepentingan pencintraan dan misi politik yang amat kental. Apalagi jika sang politisi sudah dideklarasikan sebagai capres.