Bersyukur dan bahagia. Itulah yang melingkupi perasaan saya sekarang. Sebab saya tak menyangka bisa membuat serta menayangkan rangkaian tulisan "Menemui Nh. Dini" hingga 8 judul di kompasiana.
Semula saya memperkirakan hanya akan membuat 4 atau 5 tulisan. Mengingat kunjungan saya ke rumah Nh. Dini di Sekayu, Kota Semarang pada pertengahan Februari lalu hanya sekitar 2 jam lamanya.
Dengan kunjungan yang pendek saya tak menargetkan untuk membuat banyak tulisan. Apalagi irama menulis saya sering dipengaruhi mood. Ketika suasana hati sedang cerah, saya bisa menangkap ide dan menulis blog dengan lancar. Sebaliknya saat mood sedang muram atau pikiran sedang lelah, kalimat demi kalimat akan bergerak sangat lambat.
Oleh karenanya bisa menayangkan 8 konten artikel tentang Nh. Dini merupakan pencapaian membahagiakan yang saya syukuri.
Artikel-artkel itu memang tidak menghasilkan cuan. Bukan pula tulisan yang viral. Namun, saya mendapatkan kepuasaan dan kebahagiaan yang utuh. Sebab tulisan-tulisan tersebut tercipta lewat proses kreatif yang sepenuhnya saya inginkan. Melalui sebuah perjalanan yang saya rencanakan sendiri. Serta mengenai satu nama yang karya-karyanya saya kagumi sejak lama.
Ide Tiba-tiba
Konten "Menemui Nh. Dini" sudah ada di angan-angan sejak Desember 2022. Idenya muncul begitu saja. Bermula pada suatu malam menjelang tidur, tiba-tiba saya ingin membaca kembali buku Nh. Dini. Entah dorongan apa yang memicu keinginan tersebut. Mungkin karena di kamar tersimpan sekitar 30 judul karya Nh. Dini.
Seperti ada kerinduan, saya mengambil buku tipis "Padang Ilalang di Belakang Rumah". Membacanya saya berulang kali tersenyum begitu tiba pada kalimat-kalimat yang memancarkan kehangatan dan antusiasme Nh. Dini saat menceritakan masa kecilnya.
Semenjak malam itu saya kecanduan lagi membaca Nh. Dini. Berturut-turut "Sekayu", "Sebuah Lorong di Kotaku", dan "Pencakar Langit" saya buka kembali. Judul-judul lain seperti "Pada "Sebuah Kapal" juga saya baca sekilas.
Cerita-cerita tersebut telah menyegarkan sekaligus memenuhi isi kepala saya. Tanpa dipaksa, ide-ide bermunculan. Rentetan kalimat yang meski belum beraturan, tapi mengalir di kedalaman pikiran.