"Solo punya banyak resep untuk menaklukkan lidah. Punya banyak rasa dan cara untuk membuat orang datang dan melipir lagi ke sana".
Pergi ke Solo hari Sabtu, bersantai di car free day pada Minggu pagi, lalu pulang siang harinya.
Demikian yang sering saya lakukan saat ingin bersantai menyenangkan diri. Sesaat meninggalkan kepadatan Yogyakarta, melipir ke kota tetangga bernama Surakarta.
Menumpang kereta jadi pilihan mudah dan murah. Berangkat dari Stasiun Tugu, sejam kemudian turun di Stasiun Purwosari atau Stasiun Solo Balapan. Keduanya sama-sama tempat kedatangan yang menyenangkan.
Jika turun di Stasiun Purwosari akan sangat mudah menjangkau penginapan-penginapan dan spot wisata dalam kota di sekitaran Jalan Slamet Riyadi. Namun, turun di Stasiun Solo Balapan juga asyik. Sebab dari depan stasiun saya tinggal melangkah menyeberang jalan untuk menuju Warung Pak Die.
Banyak masakan jawa ala dapur rumahan di warung tersebut. Kesukaan saya ialah sop sapi. Sajian ini nampak sederhana. Sepiring nasi, soun, kobis, wortel dan daging sapi yang disiram kuah panas, lalu ditaburi sedikit daun seledri.
Ini jenis sop yang saya senangi untuk sarapan. Kuah beningnya segar dan gurih. Dagingnya pun empuk sekali. Sebagai lauk tambahan, tempe goreng yang garing dan perkedel yang lembut tak akan salah.
Minumannya sudah pasti teh manis hangat yang diracik menuruti resep Solo. Teh buatan orang Solo konon tiada duanya. Di Warung Pak Die saya mengakui itu sebagai kebenaran.
Untuk sarapan seperti demikian saya hanya perlu menyiapkan selembar uang Rp20.000. Percaya atau tidak, inilah Solo. Gudang makanan sedap dan lezat yang ramah di kantong.