Tak terasa bulan Ramadan sudah bergulir 3 pekan. Semoga semakin bertambah baik kualitas puasa kita. Agar bukan hanya lapar dan haus yang didapat.
Sebab tujuan utama puasa bukan untuk mengukur ketahanan kita terhadap rasa lapar dan haus. Bukan untuk menguji seberapa lama kita mampu tidak minum dan tidak makan. Melainkan agar kita mampu meraih derajat sebagai orang-orang yang lebih bertaqwa.
Ketaqwaan kita di hadapan Allah Swt memiliki dua dimensi, yakni dimensi vertikal yang melingkupi hubungan langsung kita sebagai makhluk dengan penciptanya (Hablumminallah) dan dimensi horizontal yang mencangkup muamalah atau hubungan kita dengan sesama manusia (Hablumminannas).
Tidak ada yang lebih penting di antara keduanya. Oleh karena itu, setiap muslim diwajibkan untuk menyeimbangkan keduanya agar mencapai taqwa yang baik dan benar.
Tak cukup hanya kesalehan ritual tanpa disertai kesalehan sosial. Tidak boleh kita hanya mengutamakan ritual-ritual ibadah seperti salat, zakat dan ibadah wajib lainnya. Sementara dari lisan kita berulang kali terucap perkataan yang menyakiti dan menyinggung perasaan orang lain.
Belum sempurna ibadah kita jika tanpa kesadaran untuk memperlakukan orang lain dengan baik. Bahkan, kita tergolong manusia yang rugi manakala saat kiamat hanya datang dengan membawa pahala dari ibadah-ibadah wajib sementara semasa hidup kita banyak berbuat zalim terhadap sesama. Sebab pahala-pahala kebaikan bisa digugurkan oleh dosa-dosa kecil yang bermula dari ketidaknyamanan hubungan kita dengan sesama.
Itu menunjukkan betapa perlunya menjalin hubungan yang baik antar manusia. Kecintaan kita pada sesama manusia mencerminkan kecintaan kita kepada penciptaNya.
Puasa Ramadan merupakan sarana yang sangat ideal untuk memperkuat muamalah dalam upaya menyeimbangkan dua dimensi ketaqwaan.
Ambil contoh salat yang dalam praktiknya memiliki dimensi horizontal dan vertikal sekaligus. Imbalan pahala yang berlipat selama Ramadan mendorong kita lebih rajin untuk salat berjamaah di masjid. Dalam perjalanan menuju dan pulang dari masjid, disadari atau tidak kita sering mempraktikkan berbagai muamalah. Di antaranya menyapa dan berinteraksi dengan sesama jamaah.
Sapaan merupakan bentuk silaturahmi sederhana yang besar maknanya. Sebab silaturahmi yang baik merupakan salah satu kunci terbinanya hubungan harmonis antar manusia. Sebaliknya, silaturahmi yang terganggu sering menjadi benih timbulnya sifat-sifat buruk, seperti iri hati, curiga, dan tidak mudah percaya.
Demikian pula tradisi buka puasa bersama. Diizinkannya kembali kegiatan bukber seiring membaiknya penanganan pandemi Covid-19 patut kita syukuri. Sebab terbuka kembali kesempatan kita untuk memperkuat silaturahmi dengan teman, kerabat, dan keluarga yang mungkin sempat merenggang selama pembatasan sosial.