Mantan Jaksa Pinangki Sirna Malasari, "partner in crime" koruptor kakap Joko Tjandra baru saja mendapat berkah kemuliaan. Sebab Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memotong hukumannya atas kasus penerimaan suap, permufakatan jahat, dan pencucian uang dari semula 10 tahun menjadi hanya 4 tahun.
Masyarakat Indonesia sebaiknya tak perlu terkejut. Jangan heran atas kenyataan tersebut. Bukankah ini wajar di negara kita?
Pinangki hanya satu dari populasi koruptor yang dilimpahi berkah kemurahan hukum Indonesia. Dihukum ringan atau mendapatkan diskon hukuman besar-besaran sudah menjadi bagian dari keistimewaan koruptor di Indonesia.
Tak peduli meski Muhammadiyah dan NU sudah menetapkan koruptor sebagai kafir dan kejahatan korupsi tidak terampuni, tapi hukum di Indonesia merupakan yang paling murah hati di dunia. Melakukan korupsi di Indonesia tidak terlalu buruk.
Ada banyak jalan dan cara bagi koruptor untuk menjadi mulia. Seorang koruptor di Indonesia tak perlu khawatir nama baik dan masa depannya akan suram. Tak usah cemas hidupnya akan menderita. Penjara tidak akan menjauhkan koruptor dari kemuliaan.
Banyak contohnya di negeri kita koruptor bisa comeback menjadi tokoh publik, petinggi partai, bahkan melenggang mengikuti pemilihan wakil rakyat hingga kepala daerah. Asalkan berpenampilan alim, dekat dengan ormas, rajin bagi-bagi hadiah, masyarakat akan menaruh hormat pada koruptor.
Nilai tambah jika punya circle istimewa. Seperti Pinangki yang berasal dari lingkungan penegak hukum. Agaknya ia tahu bahwa segalanya akan baik-baik saja dan tidak terlalu buruk baginya. Dihukum 10 tahun, lalu dipotong 6 tahun, mungkin sudah dibayangkan olehnya.
Dengan hanya 4 tahun penjara yang mungkin akan berkurang lagi di kemudian hari, ia masih sangat bisa hidup mulia menikmati kelimpahan harta setelah bebas nanti. Mungkin setelah itu Pinangki juga akan comeback sebagai tokoh publik, kader partai, atau juru bicara ormas.
Intinya tidak sulit untuk koruptor berganti jubah dari penjahat menjadi orang mulia di Indonesia. Sebab di mata banyak masyarakat, koruptor tidak buruk-buruk amat. Meski dikenal paling relijius di dunia, masyarakat Indonesia ternyata tidak mudah membenci koruptor. Paling tidak pencuri kotak amal lebih hina. Pencuri bisa diarak, disiksa dan dibunuh di tempat. Tapi koruptor perlu diberi kesempatan untuk menjadi mulia.
Jalur kemuliaan lainnya yang bisa ditempuh oleh koruptor di Indonesia ialah melalui pertimbangan-pertimbangan hukum yang sangat menginspirasi.
Adapun pemotongan hukuman yang diberikan kepada Pinangki merupakan hasil pertimbangan beberapa hal. Salah satunya, menurut hakim, Pinangki dianggap sudah menyesali perbuatannya sehingga ada kemungkinan ia bisa berperilaku baik sebagai warga masyarakat.