Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung lebih dari 7 bulan mendorong evolusi digital bergulir lebih cepat. Bahkan, dalam aspek tertentu melampaui perkiraan.
Setiap orang digiring memasuki ruang-ruang digital secara lebih dalam. Mereka yang semula belum akrab dengan teknologi digital segera bergegas agar terbiasa. Sementara yang sudah lebih dulu go digital menjadi semakin lekat gaya hidupnya dengan sentuhan digital.
Dari yang awalnya hanya sebagai pilihan, penggunaan teknologi digital dengan berbagai macam layanan dan fiturnya kini menjadi keniscayaan yang mendesak.
Seiring dengan hal itu kita diperlihatkan bahwa penggunaan teknologi digital ternyata memiliki berlapis-lapis manfaat. Selain memudahkan dan meningkatkan efisiensi, juga mendukung perlindungan dari ancaman pandemi.
Sebab cukup dengan beberapa kali menyentuhkan dan menggeserkan jari di layar, kita bisa menjangkau berbagai kebutuhan sekaligus. Meski terentang jarak fisik sebagai konsekuensi pembatasan sosial dan work from home (WFH), kita tetap bisa menuntaskan berbagai urusan. Pada saat bersamaan aktivitas digital memiliki andil besar dalam memutus mata rantai penularan Covid-19.
Salah satu yang paling signifikan memberikan manfaat berlapis seperti demikian ialah digital banking. Meski telah berkembang sejak beberapa tahun silam, tapi akhirnya digital banking menjadi salah satu survival kit paling berguna di masa pandemi.
Kalau protokol kesehatan menjadi keharusan dan kepatuhan yang tak bisa dikompromikan, maka digital banking bisa dikatakan sebagai instrumen penunjang kebutuhan yang tak terelakkan. Bahkan, digital banking telah menjadi salah satu kebutuhan itu sendiri.
"Digital banking nggak mungkin dipisahkan dari kehidupan kita," kata Lucy Wiryono, presenter TV yang juga seorang wirausaha di bidang kuliner.
Saya tak mungkin tak sependapat dengan kata-kata Lucy tersebut. Sebab selain menggambarkan kenyataaan umum saat ini, pernyataan yang disampaikan dalam webinar Kopiwriting Kompasiana dan Maybank pada 21 Oktober 2020 itu juga mewakili apa yang terjadi pada diri saya sendiri.
Sejak beberapa tahun terakhir interaksi saya dengan layar smartphone meningkat pesat. Smartphone di tangan tak lagi sekadar alat komunikasi dan perangkat hiburan untuk menonton YouTube. Namun, sudah menjadi kepanjangan tangan untuk menjangkau sejumlah urusan sekaligus memenuhi banyak kebutuhan.
Sekarang setiap bertransaksi di supermarket dan tiba di kasir yang saya lakukan ialah menyentuh smartphone, membuka aplikasi pembayaran, memindai QR, mengetikkan PIN dan selesai. Smartphone saya telah menjadi dompet digital yang sangat bisa diandalkan.