Ada yang berubah dari kompleks kami tinggal pada dua hari terakhir. Portal yang selama ini memagari gang sudah mulai dibuka. Sebenarnya tidak dibuka sepenuhnya. Hanya bagian ujungnya tidak diikatkan lagi pada tiang besi sehingga orang bisa melaluinya secara lebih leluasa. Pengguna kendaraan pun bisa melalui portal dengan cara mendorong atau menarik portal yang tidak terkunci tersebut.
Saya tidak tahu apakah pelonggaran ini merupakan kabar baik atau sebaliknya. Semoga "relaksasi" portal ini mencerminkan sikap warga yang kebablasan dan latah memaknainya sebagai persiapan "the new normal". Sulit membayangkan kehidupan normal baru sementara kasus positif Covid-19 terus bertambah dan bahkan Pemda DIY mulai mewacanakan PSBB.
Meski demikian, pelonggaran portal ada untungnya juga bagi warga yang harus keluar pagi buta untuk memenuhi kebutuhan sahur. Saya tak lagi harus berjalan merunduk melewati rintangan portal itu.
Seperti pada Senin (18/5/2020) dini hari tadi ketika saya membeli makan sahur sekitar pukul 02.00. Dengan tubuh dilapisi sweater saya berjalan pelan-pelan menuju portal. Memeriksanya apakah sudah terkunci lagi atau masih terbuka. Ternyata portal hanya direntangkan tapi tak dikunci sehingga dengan menarik ujungnya, saya bisa melaluinya.
Meninggalkan gang saya kemudian berjalan menyusuri jalanan yang senyap. Temaram lampu dari beberapa rumah dan bangunan menghadirkan suasana yang ganjil. Udara terasa jadi lebih lembab. Tempat ini seolah terlelap nyenyak di bawah selimut pandemi.
Begitu sunyi sehingga saya hanya menikmati suara dari arah diri sendiri. Bunyi tapak sandal di atas aspal dan trotoar, suara tarikan nafas yang agak cepat karena terhalang masker. Hanya satu dua mobil dan sejumlah sepeda motor melaju cepat. Suaranya nyaring karena tak bersaing dengan banyak sumber suara lainnya.
Lampu-lampu dari sejumlah baliho dan bagian depan toko menyala terang. Lumayan memberi warna di tengah bekunya malam. Sebuah apotek yang memang buka 24 jam terlihat sebagai titik paling terang di sepanjang ruas jalan. Lampu-lampunya menyala hampir seluruhnya sehingga bagian dalam apotek terlihat jelas dari luar.
Saya terus berjalan menyusuri ruas jalan Kaliurang ini. Dingin sudah pasti. Tapi pelan-pelan keheningan berganti rupa begitu tiba di depan sebuah restoran cepat saji asal Amerika yang buka 24 jam.
Di depan restoran banyak sepeda motor terparkir. Sejumlah pengemudi ojek daring duduk menyebar. Ada yang lesehan di trotoar. Mungkin mereka sedang menunggu order makan sahur. Ada yang nongkrong di beranda sebuah toko dan ada yang bergabung di sebuah angkringan di samping restoran.
Kawasan sekitar restoran cepat saji ini boleh dikatakan menjadi salah satu titik paling hidup di tengah kesunyian dan keganjilan suasana dini hari zona merah Sleman. Paling tidak dalam radius 50 meter dari restoran ada empat penjual makanan yang tetap buka untuk melayani makan sahur.
Salah satunya ialah penjual nasi kuning yang mengambil tempat di bagian depan sebuah swalayan. Lokasinya nyaris berseberangan dengan restoran cepat saji.