Ibadah puasa kita tahun ini harus dijalani dengan sejumlah penyesuaian. Mulai dari penyesuaian kebiasaan beribadah, berinteraksi, bekerja, luar rumah, hingga kebiasaan berolahraga.
Awalnya penyesuaian-penyesuain tersebut kita anggap sebagai sesuatu yang memberatkan. Banyak di antara kita yang mengeluh karena tidak nyaman dengan perubahan yang serba mendadak ini. Kita pun jadi lebih was-was memikirkan masalah kesehatan.
Berpuasa sendiri sebenarnya mendatangkan bonus atau manfaat besar bagi kesehatan. Selain ditujukan untuk ibadah, puasa di bulan Ramadan menurut banyak penelitian terbukti mampu menyokong sistem jasmani dan rohani manusia. Salah satunya, puasa baik untuk kesehatan karena membantu detoksifikasi sekaligus mendukung penguatan fungsi berbagai sistem organ di dalam tubuh.
Namun, manfaat tersebut bukan hal yang instan. Kita yang berpuasa harus mengupayakannya dengan cara-cara yang tepat. Di antaranya menjaga pola istirahat dengan tidur sekitar 6 jam per hari. Tidur atau istirahat yang cukup membuat kita bisa tetap bugar selama menjalani puasa.
Penting pula untuk tetap berolahraga selama berpuasa. Tentu saja perlu disesuaikan dan tidak bisa dilakukan dengan treatment yang sama seperti saat tidak berpuasa. Apalagi, pandemi Covid-19 mengharuskan kita untuk lebih mengutamakan keselamatan. Oleh karena itu, olahraga bagi orang yang menjalankan puasa di tengah pandemi perlu dilakukan secara lebih cermat.
Namun, dalam kondisi serba sulit dan terbatas tetap terbuka jalan-jalan kemudahan. Puasa di tengah pandemi menyimpan hikmah tersendiri. Bagi saya yang tinggal di zona merah dan sangat dekat lokasinya dengan dua rumah sakit rujukan Covid-19, hampir semua akses masuk dan portal kompleks tempat tinggal telah ditutup atau dijaga sehingga siapapun tak bebas keluar masuk.
Warga yang menggunakan mobil dan sepeda motor menjadi kurang leluasa. Paling mudah berjalan kaki karena bisa "nyelonong" atau merunduk melewati portal.
Pengkondisian semacam itu membuat saya akhirnya menjadi semakin sering jalan kaki. Sebelum memasuki bulan Ramadan, hampir setiap pagi saya membawa kaki menempuh 1-1,5 km atau mengelilingi kompleks tempat tinggal. Itu saya lakukan sembari membeli sarapan, ke warung membeli sejumlah kecil kebutuhan, atau mampir ke ATM.
Memasuki Ramadan saya masih beberapa kali berjalan kaki di pagi hari. Hanya saja jaraknya tak terlalu jauh agar tidak menganggu stamina guna mengarungi puasa. Kalau bosan jalan kaki saya meminjam sepeda lipat milik saudara dan mengayuhnya ke beberapa tempat.
Seiring meningkatnya laju penularan Covid-19, kebiasaan jalan kaki di pagi hari mulai saya kurangi. Namun, untuk mengoptimalkan gerak tubuh di pagi hari, saya tetap berusaha tidak tidur lagi setelah sahur. Memang kadang rasa kantuk tak tertahan usai salat subuh. Kalau sudah begini saya biasanya mencuri waktu untuk tidur sebentar. Tapi pukul 06.00 saya sudah terjaga kembali.
Pertama-tama yang saya lakukan ialah melakukan peregangan otot ringan dengan menggerakan kaki, tangan, leher, dan badan mengikuti pola senam SKJ yang diajarkan saat sekolah dulu. Setelah selesai, kadang saya melanjutkannya dengan menyiram tanaman atau "iseng" memindahkan pot-pot.