Lihat ke Halaman Asli

Hendra Wardhana

TERVERIFIKASI

soulmateKAHITNA

Berhenti Membaca Kompas

Diperbarui: 19 September 2019   09:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Koran Kompas (dok. pri).

Bicara Kompas berarti bicara tentang koran terbesar di Indonesia yang dibaca oleh sangat banyak orang. Menyebut Kompas juga mengingatnya sebagai koran yang "kaya". Bukan kaya dalam arti aset atau kekayaan perusahaan, meski kemungkinan besar faktanya demikian. Tapi kaya dalam ragam informasi, limu pengetahuan, dan hiburan dalam satu bentangan.

Meski hampir semua koran menyuguhkan menu yang kurang lebih sama, tapi sangat sedikit, kalau tidak boleh dibilang tidak ada, yang konsisten menurut waktu dan mutu seperti hal Kompas. Belum ada yang mendekati Kompas dalam hal ini.

Atas alasan-alasan itulah selama bertahun-tahun saya dan juga banyak orang di Indonesia betah membaca Kompas.

Memang dua tahun belakangan sudah jarang saya menyentuh lembaran kertas Kompas yang lebar itu. Namun, bukan berarti saya tak lagi membacanya. Hal itu lebih dikarenakan saya beralih ke Kompas versi digital. 

Sejak akhir 2017 saya berlangganan kompas.id sehingga bisa mengakses berita-berita khas Kompas secara lebih leluasa melalui layar smartphone serta laptop. Perlu diketahui bahwa Kompas.id bukanlah Kompas.com.

Dengan Rp50.000 per bulan, setiap hari saya mendapatkan e-newspaper Kompas. Selain itu Kompas.id juga menyuplai perkembangan berita dan informasi terkini yang tidak tercetak di koran Kompas. Bahkan dalam waktu-waktu tertentu Kompas memberikan bonus buku digital yang bisa diunduh secara cuma-cuma.

Tampilan Kompas.id yang kini dilengkapi fitur "Tulisan-to-Lisan" (dok. pri).

Berlangganan Kompas.id memungkinkan saya memilih berita-berita penting sesuai minat. Ini membuat aktivitas membaca koran digital menjadi lebih efisien. Membaca Kompas digital juga tak selalu perlu akses internet karena saya bisa mengunduhnya di awal untuk disimpan dan dibaca kemudian.

Meski pun demikian, ada semacam kelelahan yang sama yang tetap saya rasakan saat membuka lembaran lebar kertas koran dan menatap halaman digital di smartphone maupun laptop. Kelelahan itu seringkali membuat saya terpaksa melewatkan berita-berita atau artikel-artikel yang sebenarnya ingin saya baca di Kompas.id

Ada pula kondisi-kondisi tertentu yang membuat saya agak jenuh ketika harus selalu membaca berita-berita tersebut. Ingin berhenti membaca, tapi sayang jika harus ketinggalan informasi. Ingin melewatkan saja beritanya, tapi rasanya sayang karena telah membayar langganan.

Untungnya sejak Agustus 2019 lalu Kompas.id menghadirkan inovasi yang sangat bagus. Seolah memahami masalah dan keterbatasan lain yang dirasakan oleh sejumlah pembaca setianya, berita-berita khas Kompas di Kompas.id kini bisa disimak tanpa kita harus dibaca.

Adalah fitur bernama "Tulisan-to-Lisan" yang membuat pembaca kini bisa berhenti membaca berita-berita Kompas. Bukan dengan cara meninggalkannya, tapi dengan mengalihkan kerja indera dari indera penglihatan ke indera pendengaran.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline