Sisa rintik gerimis mengiringi upaya saya mencari takjil menjelang buka puasa pada Kamis (17/5/2018) sore. Saya menginginkan mendoan yang panas karena sejak siang udara terasa sejuk dan mendekati sore semakin dingin hingga kemudian turun gerimis. Selain itu saya memang penyuka tempe dan pasti akan nikmat mengudap mendoan bersama takjil lainnnya yaitu kurma dan teh hangat.
Untuk itu pukul 16.00 saya menuju jalan lingkar timur Lembah UGM yang memisahkan kampus UGM dengan UNY. Tahun ini para penjual takjil digeser tempat berjualannya ke lokasi tersebut setelah kawasan utara dan timur UGM, terutama Jalan Agro yang sebelumnya ramai dengan penjaja takjil Ramadan kini disterilkan dari pedagang.
Bergerak di antara kepadatan kendaraan yang melintas saya mencari mendoan. Berharap menemukan gerobak atau penjual yang menjajakan gorengan khas Banyumas tersebut.
Sayangnya saya tak berhasil menemukan mendoan di sana. Mencari mendoan di kota gudeg memang gampang-gampang susah. Banyak memang penjual gorengan yang mengklaim gorengan tempenya dengan nama mendoan. Tapi itu bukan mendoan yang sebenarnya. Selain jenis tempenya berbeda, bumbu, rasa dan wujudnya juga tak seperti mendoan asli.
Meskipun demikian, keinginan mencecap mendoan akhirnya terkabul. Di Jalan Kaliurang, kawasan paling ramai dan paling menggeliat di Yogyakarta, gerobak bertuliskan "Mendoan Nagih" menawarkan harapan.
Lokasinya sekitar 200 meter di utara kampus UGM. Penjualnya seorang wanita bernama Eri. Ia berasal dari Wonosobo tapi sudah menetap di Yogyakarta. Ia telah berjualan mendoan di tempat tersebut lebih dari 2 tahun.
Saya pun memesan satu porsi Mendoan Nagih seharga Rp10.000. Menurut saya harga ini masih lumayan terjangkau. Apalagi saat mengetahui Mendoan Nagih benar-benar berasal dari tempe tipis yang dibuat khusus untuk mendoan.
Sambil menunggu, saya memperhatikan bagaimana Eri membuat mendoan. Lembaran tempe sepanjang 15 cm dicelupkan ke wadah berisi adonan tepung. Pastilah itu campuran tepung beras dan terigu yang ditambah garam, bawang putih, dan ketumbar. Melihat warnanya yang agak kuning saya lalu mencari tahu. "Ditambah kunyit, mas", jawab Eri. Menurutnya kunyit membuat rasa kulit mendoan menjadi lebih kuat.
Biasanya kulit mendoan seperti ini banyak dijumpai pada mendoan-mendoan yang dijual di Kebumen dan Cilacap. Sementara di Purwokerto, Purbalingga, dan Banjarnegara, kulit mendoan cenderung putih karena adonannya jarang menggunakan kunyit.
Tempe berlumur adonan tepung kemudian langsung digoreng pada minyak yang panas. Waktu menggorengnya tidak lama sehingga mendoan yang dihasilkan memiliki kematangan yang pas dan tidak terlalu berminyak. Mendoan yang telah matang kemudian ditiriskan sebentar.
Seporsi "Mendoan Nagih" berisi 4 potong mendoan. Melihat tampilannya saya langsung tergoda. Warnanya kuning mengkilat dengan irisan daun bawang mengapung pada permukaan kulit. Aroma yang menguar benar-benar memancing selera. Apalagi ditambah becabe rawit dan sambal kecap.