Bermain adalah takdir anak-anak dan bahagia adalah hak mereka. Berkumpul bersana dengan teman sebaya, asyik dengan mainan, berlarian sambil tertawa riang, semuanya adalah simpul kebahagiaan anak-anak dalam dunianya yang bebas.
Kebahagiaan dalam kebebasan itulah yang diciptakan pada Jumat (8/9/2017) sore itu. Sekitar lima belas orang anak berkumpul di taman di dalam area Restoran Nanamia Pizzeria, Jalan Tirtodipuran, Yogyakarta. Dua di antara anak-anak tersebut adalah Jamme dan Kale, putra penyanyi top Rio Febrian yang sore itu ditemani ibu mereka, artis Sabria Kono. Pasangan selebritis ini memang telah memutuskan menetap di Yogyakarta.
Dipandu oleh relawan Museum Kolong Tangga, anak-anak mengikuti workshop kreatif selama kurang lebih dua jam. Acaranya dimulai dengan permainan interaktif. Para relawan dan anak-anak berkumpul membentuk lingkaran. Tapi sebelum itu para relawan harus berkeringat lebih dulu untuk mengumpulkan anak-anak yang terlanjur asyik sendiri di berbagai sudut restoran. Ada juga anak yang enggan jauh dari orang tuanya.
Relawan kemudian mengajak semuanya saling mengenalkan diri. Meski setiap anak dan para relawan memakai name tag di bajunya, tapi semua harus menyebutkan nama masing-masing.
Sesuatu yang lucu terjadi saat perkenalan. Seorang anak tiba-tiba berkata, "aku mau pipis!", dan langsung berlari keluar dari lingkaran. Seperti ada gerakan "solidaritas", beberapa anak lainnya mendadak ikut-ikutan dan saling menyahut, "aku juga mau pipis...aku juga...aku juga!". Para relawan hanya tersenyum sambil menggelengkan kepala melihat lingkaran yang telah dibentuk kembali bubar untuk beberapa saat. Tapi hal itu bukan masalah karena memang begitulah dunia anak-anak yang "bebas".
Meskipun demikian, dalam kebebasannya anak-anak tetaplah pribadi yang mudah disentuh hatinya dengan pendekatan yang benar. Itulah yang dilakukan para relawan sehingga bisa membuat anak-anak itu kembali menurut untuk membentuk lingkaran.
Dalam lingkaran, anak-anak mendengarkan cerita yang disampaikan oleh seorang relawan. Sesekali anak-anak menyahut saat mendengar cerita yang diakhiri dengan sebuah pertanyaan. Mereka juga antusias saat mendapat sebuah instruksi. Misalnya, instruksi untuk mendekat ke teman yang berbaju pink atau bergaya mengikuti gerakan tertentu.
Menjelang pukul empat sore, anak-anak berpindah tempat. Kali ini mereka duduk di sudut taman tepat di bawah pohon yang teduh. Mereka diajak untuk bermain adonan tepung terigu yang telah disediakan di beberapa wadah.
Mula-mula mereka diajari memadatkan adonan dengan menambahkan air dan minyak dalam jumlah tertentu. Kemudian adonan dibagi menjadi beberapa bagian yang lebih kecil. Saat relawan menyebutkan adonan boleh dibuat berbentuk buah-buahan, anak-anak itu semakin heboh. Instruksi agar menambahkan pewarna sedikit demi sedikit seolah angin lalu. Akibatnya beberapa anak harus mendapati tangan mereka kotor dan berlumuran warna. Namun, hal itu tampaknya tidak dipedulikan mereka yang tetap asyik membentuk adonan-adonan dan mewarnainya.
Ekspresi bahagia terlihat di wajah anak-anak sepanjang acara berlangsung. Terutama saat bermain adonan kue. Semakin lama semakin mereka terlihat antusias. Bahkan ketika ada orang tua yang memberi masukan untuk mewarnai dengan warna tertentu, sang anak justru tetap kukuh dengan warna pilihannya sendiri. Kreativitas mereka seolah berkuasa sore itu.
Bermain adonan kue memang salah satu cara untuk melatih kreativitas anak. Dengan membuat adonan sendiri dan membentuknya sesuai selera, anak-anak diajak untuk mengembangkan imajinasinya. Workshop juga menjadi cara jitu untuk menanamkan nilai-nilai kebaikan pada diri anak-anak. Misalnya, mereka diperkenalkan tentang kebersamaan dan berbagi dengan bergantian menggunakan peralatan yang ada.