Senin (6/2/2017) sore, setelah meletakkan tas di kamar dan kemudian mandi penuh semangat alias kilat, saya menuju Toko Buku Gramedia Sudirman Yogyakarta. Agak terkejut dengan suasana jalanan yang tidak terlalu macet sehingga 10 menit kemudian saya sudah sampai di toko buku.
Setelah berkeliling melihat beberapa judul buku, saya memutuskan mencari dua judul yang sudah saya incar. Buku pertama yang berjudul “Wahid Hasyim” saya temukan dengan cepat berkat bantuan seorang pramuniaga wanita. Tapi untuk mendapatkan buku kedua yakni “Journey to Andalusia” saya harus melewati sedikit “drama”. Bermula dari penjelasan seorang pramuniaga pria di dekat komputer penelusuran yang mengatakan buku tersebut sudah habis. Padahal, jelas-jelas di layar komputer tertera stok buku tersebut tersedia. Saat saya tunjukkan bukti di komputer ia tetap mengatakan kalau stok kosong.
Mendapat jawaban seperti itu saya tak langsung meninggalkan Gramedia. Mata saya kemudian menyapu rak buku-buku agama, buku traveling, dan “new release” sambil berharap menemukan judul lain yang menarik. Dan, pada saat itulah saya merasa beruntung tidak langsung percaya dengan perkataan petugas yang menyebutkan buku yang saya cari sudah habis. Ternyata saya menemukan buku tersebut masih tersedia dan terpajang rapi di rak. Bukan hanya satu, tapi masih ada beberapa eksemplar.
Dengan dua buku di tangan saya melangkah ke meja kasir. Bersyukur karena antrean yang beberapa menit sebelumnya masih mengular sudah tak bersisa. Hanya saya seorang di depan kasir saat itu.
Namun, ternyata itu hanya intro dari drama kecil berikutnya yang harus saya hadapi. Saya menghadapi seorang kasir wanita yang membuat saya berpikir beberapa detik. Raut mukanya agak masam dan gaya bicaranya menurut saya kurang “sehangat” kasir-kasir Gramedia lainnya. Boleh dibilang jutek meski belum sampai kadar menyebalkan.
Dalam hati saya menduga mungkin ibu kasir tersebut sedang badmood atau hanya “lelah” karena sebelumnya melayani antrean yang lumayan panjang seorang diri. Atau mungkin pembawaannya memang yang jutek. Oleh karena itu, saya tidak ikut-ikutan memasang muka masam di depannya. Sambil berusaha tersenyum saya menyodorkan kartu Gramedia Card untuk membayar dua buku yang total harganya Rp165.000.
“Jadinya seratus lima belas ribu, ya” katanya datar sambil meletakkan Gramedia Card saya di atas mesin tap. Hari itu masih berlangsung promo dalam rangka 47 Tahun Toko Buku Gramedia di mana pembelian buku terbitan Kompas Gramedia Grup menggunakan Gramedia Flazz Card mendapat diskon 30%. Pembelian saya pun dipotong sebesar Rp50.000. Lumayan untuk tambahan uang saku menonton konser KAHITNA di Surabaya pekan depan.
Hanya sekitar 40 menit hingga 1 jam saya berada di Toko Gramedia sore itu. “Cobaan” pramuniaga yang salah memberikan informasi dan menghadapi kasir yang jutek bukan lagi masalah karena ada yang hal lain yang saya syukuri yaitu pulang membawa dua buku yang dibeli lebih murah.
Ngomong-ngomong soal membeli buku, ternyata sudah sebelas judul buku saya beli sejak Desember 2016 hingga awal Februari 2017. Buku-buku itu saya dapatkan di Bentara Budaya Kompas Yogyakarta, Toko Buku Gramedia Basuki Rahmat Malang, dan Toko Buku Gramedia Sudirman Yogyakarta.
Sebelas buku dalam waktu kurang dari tiga bulan rasanya menjadi rekor belanja buku saya sejauh ini. Saya pun bukan seorang kutu buku. Gairah membaca saya bahkan naik turun. Kadang suka membaca, sering pula menelantarkan buku. Akan tetapi gairah membaca saya sepertinya sedang baik di tahun 2017. Dari Januari hingga awal Februari ini, sudah lima buku selesai saya baca.
Jumlah tersebut sama dengan yang saya baca sepanjang 2016. Gairah tersebut didukung pula oleh diskon dan promo Kompas Gramedia yang marak akhir-akhir ini. Sebelas buku yang saya beli itu pun hasil dari diskon besar-besaran. Selamat Ulang Tahun Gramedia. Semoga ada diskon buku bermutu berikutnya. Tapi, jangan dengan kasir yang jutek lagi.