[caption caption="Kebun Raya di Kabupaten Minahasa Tenggara yang akan diberi nama Kebun Raya Megawati Soekarnoputri. Kawasan ini merupakan bekas tambang emas PT. Newmont Minahasa Raya. Dok.pribadi."][/caption]Jalan berbatu berulang kali mengguncang tubuh kami yang berdiri di atas mobil “Rambo” pada Jumat siang (1/4/2016) itu. Hentakannya terasa cukup kuat meski kami sudah berpegangan pada besi-besi penyangga di kabin. Beruntung mobil jeep terbuka yang sudah dimodifikasi itu cukup tangguh di medan yang kurang ramah.
[caption caption="Memasuki Kebun Raya Megawati Soekarnoputri. Dok. pri."]
[/caption]Setelah sekitar 15 menit melalui jalanan terjal di antara rimbun pepohonan, mobil akhirnya berhenti. Bukan kehabisan bahan bakar atau rusak, tapi karena telah sampai di kebun raya yang menjadi tujuan kami.
Kebun raya ini berada di Kecamatan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara. Luasnya sekitar 221 hektar, termasuk di dalamnya kawasan hutan produksi terbatas. Nama “Megawati Soekarnoputri” diusulkan sebagai penghargaan kepada Presiden Republik Indonesia ke-5 tersebut yang juga Ketua Pembina Yayasan Kebun Raya Indonesia.
Satu hal yang luar biasa, Kebun Raya Megawati Soekarnoputri dikembangkan di atas bekas tembang emas PT. Newmont Minahasa Raya (PTNMR). Ide pengembangannya dicetuskan pada 2009 atas prakarsa Presiden Direktur PTNMR, David Sompie. Wilayah kebun raya ini merupakan hutan hasil reklamasi dan penghijauan yang telah dilakukan PTNMR sejak 1996. Kementerian Kehutanan RI menyetujui penetapannya sebagai kebun raya pada 19 Februari 2014. Ini merupakan pertama di dunia sebuah kebun raya berdiri di bekas tambang emas.
Selain menjadi kawasan konservasi, kebun raya ini akan difungsikan sebagai hutan penelitian dan pendidikan. Sejumlah fasilitas pendukung akan dibangun mulai 2017 menggunakan dana APBN dan APBD dengan target penyelesaian selama 5-7 tahun. Rancang bangun pengembangannya melibatkan Pusat Konservasi Tumbuhan LIPI Kebun Raya Bogor. Kedatangan kami hari itu juga bersamaan dengan survey yang dilakukan oleh tim Kebun Raya Bogor.
[caption caption="Lantai hutan Kebun Raya Megawati Soekarnoputri dipenuhi seresah. Dok. pri."]
[/caption][caption caption="Herba di lantai hutan Kebun Raya Megawati Soekarnoputri. Dok. pri."]
[/caption][caption caption="Kawasan hutan produksi di dalam kebun raya. Dok. pri."]
[/caption]Menginjakkan kaki di Kebun Raya Megawati Soekarnoputri seperti memasuki hutan pada umumnya. Tumbuhan berkayu mulai dari pepohonan dan semak tumbuh rapat di berbagai sisi. Tumbuhan paku dan herba rendah tumbuh menutupi lantai hutan. Seresah yang berserakan di lantai hutan dan tanah yang gembur menandakan ada produksi humus. Tak hanya subur untuk pohon dan semak, humus juga menjadi habitat yang baik bagi organisme saprofit dan organisme lainnya. Menurut survey dan penelitian yang telah dilakukan, terdapat setidaknya 86 spesies tumbuhan di kawasan kebun raya ini. Beberapa di antaranya adalah spesies eksotik seperti anggrek. Selain itu ada sekitar 73 spesies burung, beberapa jenis serangga, dan mamalia. Hewan khas Tarsius spectrum juga ditemukan.
Terdapat sebuah tempat di ketinggian yang mengarahkan pandangan pada sebuah cekungan besar serupa danau. Cekungan tersebut disebut danau Mesel karena merupakan bekas lubang tambang emas. Menurut informasi di dalam danau telah disebar beberapa jenis ikan.
[caption caption="Danau Mesel di dalam kebun raya. Tempat ini sebelumnya merupakan lubang tambang emas. Dok. pri."]
[/caption]Danau Mesel dikelilingi oleh perbukitan dan hutan hasil penghijauan. Pohon-pohon berbatang besar dan tinggi menjulang tumbuh di sana. Kerapatan dan kanopi tajuknya membuat mata tak lagi menemukan bekas fasilitas tambang yang pernah berdiri di tempat itu. Namun di beberapa lokasi tutupan tumbuhan terlihat masih jarang yang menandakan suksesi masih terus berlangsung.
[caption caption="Harapan yang bersemi di Kebun Raya Megawati Soekarnoputri. dok. pri."]
[/caption]Melihat Kebun Raya Megawati Soekarnoputri membuat perasaan lega. Tempat ini adalah investasi lingkungan dan masa depan yang sangat berharga. Keberpihakan pemerintah dan kesadaran seluruh masyarakat terus dibutuhkan untuk menjaganya tetap lestari. Satu lagi harapan telah bersemi di tanah Sulawesi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H