Lihat ke Halaman Asli

Hendra Wardhana

TERVERIFIKASI

soulmateKAHITNA

Permintaan Maaf Seorang Rakyat kepada Presiden SBY

Diperbarui: 24 Juni 2015   02:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bapak SBY yang terhormat, mohon maaf sebelumnya mengingatkan ini. Masih segar di ingatan ketika Bapak Presiden berpidato penuh kebanggaan di mimbar ILO, Jenewa 3 tahun silam. Disaksikan para petinggi dunia Bapak Presiden berbagi cerita tentang perlindungan pekerja Indonesia, tentang HAM dan segala konsep sempurna yang Bapak sampaikan saat itu. Bapak sampaikan bahwa upaya dan pencapaian Indonesia dalam melindungi para TKI di luar negeri dan pekerja dalam negeri dapat dijadikan contoh bagi negara-negara lain. Tapi entah kenapa semenjak saat itu seperti ada teguran yang menertawakan pidato Bapak. Satu per satu kasus penyiksaan TKI di luar negeri terungkap, satu per satu bahkan lalu menyusul ada banyak lagi saudara-saudara sesama Indonesia yang terancam hidupnya di luar negeri. Dan semenjak itu pula bangsa ini seperti tak berdaya, padahal banyak pidato Bapak Presiden yang terdengar sangat berdaya.

Maju beberapa tahun tentang rentetan nasihat Bapak kepada para menteri, bupati dan gubernur untuk fokus bekerja mengabdi pada rakyat dan negara. Alih-alih itu terbukti manjur, Bapak justru memberi ruang kepada mereka untuk berebut pengaruh menjelang pemilu, menjadi peserta konvensi, merangkap jabatan dan seterusnya. Pidato-pidato Bapak kembali hanya sebatas terdengar berdaya.

Bapak Presiden, saat ini Indonesia negara yang Bapak pimpin, negara yang di mana-mana Bapak banggakan bahwa di kepemimpinan Bapak berhasil menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi ke-dua di dunia, sedang ditimpa bencana. Tak ada yang enak dari setiap bencana meski rakyat Indonesia terlanjur kuat karena terbiasa sendiri di kala bencana. Tapi ada harap Bapak Presiden bisa berlaku sebagai seorang ayah di saat bencana-bencana seperti ini menimpa negeri. Menyapa saudara-saudara di Manado, menyalami anak-anak di Jakarta, menitipkan pesan motivasi bagi yang di Sinabung dan mengirimkan kekuatan bangkit untuk yang ada di seluruh Indonesia.

Tapi tak disangka Bapak justru melangkah tegap meluncurkan buku di sebuah panggung yang tempat itu biasanya menjadi tempat konser artis ternama, tempat orang biasanya meluapkan kegembiraan bertemu sang idola. Bapak meluncurkan buku dengan layar LCD raksasa membentangkan judulnya. Bapak Presiden yang terhormat, tak masalah Bapak menulis dan berbagi cerita lewat buku. Toh Bapak juga sudah mahir dalam berbagi lewat lagu. Tapi rasanya ada yang menjerit di depan mata. Mereka yang berharap Bapak menyapa sebagai seorang ayah yang mendampingi anak-anaknya yang sedang kedinginan di pengungsian, yang kelaparan di tengah bencana.

Bapak Presiden, mohon maaf, sebenarnya Bapak punya pilihan dan bisa mengambil pilihan untuk tampil sebagai seorang pemimpin sekaligus ayah bagi rakyat Indonesia di saat seperti ini. Sesungguhnya Bapak bisa tampil sebagai “motivator” bagi rakyat yang sedang jatuh layu didekap bencana. Bapak bisa melakukannya dengan sederet gelar kehormatan dan pengakuan dari luar negeri yang Bapak dapatkan selama ini. Bapak sudah berhasil menghipnotis dunia dengan samir dan berbagai kehormatan, tapi mengapa Bapak tak memilih untuk membuat rakyat Indonesia terpukau dengan itu semua?. Selalu Ada Pilihan, tapi maaf Bapak tak pandai memilih.

Bapak Presiden, bapak memang tidak sepenuhnya salah. Seperti judul buku bapak “Selalu Ada Pilihan”, bapak pun selalu punya pilihan sebagai manusia. Tapi sayang bapak telah gagal menentukan pilihan itu saat bapak memilih untuk tampil sebagai seorang SBY dibanding sebagai seorang presiden layaknya pemimpin dan ayah yang kehadirannya bisa menguatkan dan menenangkan.

Bapak Presiden SBY, hari ini banyak berita mengabarkan dampak bencana banjir, letusan gunung hingga longsor yang semakin meluas. Negeri ini bahkan disebut-sebut sedang darurat bencana. Tak mungkin hanya berharap kepada seorang bupati, walikota atau gubernur untuk. Bapak pasti tahu itu. Tapi juga entah mengapa bersamaan dengan berita darurat bencana ini, Bapak justru terbang ke Bali membuka musyawarah nasional dan pameran jasa konstruksi. Bahkan kabarnya sekalian di sana Bapak juga mengurus partai kesayangan sehidup semati Bapak.

Ya, lagi-lagi seperti judul buku Bapak sendiri “Selalu Ada Pilihan”, Bapak selalu punya pilihan dan sayang sekali Bapak juga terlalu sering salah memilih. Di saat darurat bencana ini, Indonesia seperti sebuah rumah dengan keluarga tanpa ayah. Mohon maaf, di saat darurat bencana inilah terasa sekali negeri ini mengalami “darurat pemimpin” meski presiden ada di depan mata.

Berat memang tugas seorang Presiden. Bapak pun sudah mengorbankan banyak waktu dan tenaga untuk itu. Sementara rakyat konon hanya tinggal meminta dan menyalahkan.Terima kasih sudah menjadi Presiden kami selama ini. Tapisaat esok Bapak ke Manado dan kembali ke Sinabung, akankah Bapak meminta maaf karenasempat lupa menjalankan peran sebagai “ayah”?. Seperti halnya Bapak sanggup memukau dunia untuk memberikan banyak penghargaan kepada Bapak, kali ini pukaulah anak-anak Sinabung dan masyarakat Manado dengan motivasi yang membangkitkan dari Bapak. Lalu dengan cara itu tebarkanlah semangat bangkit kepada negeri yang sedang didekap bencana ini.

Selalu Ada Pilihan, semoga kali ini Bapak Presiden tak salah memilih memainkan peran. Atau kami yang harus lebih dulu meminta maaf?. Meminta maaf karena telah salah memilih pemimpin.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline