Bukit-bukit itu berbaris, puncaknya samar diselimuti kabut tipis. Cantik dan seolah mengajak setiap orang yang melihatnya untuk menjelajahi dan meresapi keindahan di dalamnya. Jauh dari ramainya perkotaan, tempat ini sempurna berwarna hijau. Memang tampak monoton dari kejauhan. Tapi siapapun yang menapakkan kaki di dalamnya pasti terpana.
Sepenggal Pegunungan Menoreh dilihat dari perbatasan Sleman dan Kulonprogo, DIY.
Pegunungan Menoreh adalah salah satu perbukitan utama di Jawa yang membentang di wilayah Purworejo dan Magelang, Jawa Tengah hingga Kulonprogo, Yogyakarta. Dikenal sebagai kawasan yang lekat dengan mitos mengenai kerajaan Mataram di masa lampau, Pegunungan Menoreh selama ini lebih diketahui berkat keberadaan Gua Kiskendo, Gua Seplawan atau Puncak Suroloyo. Tapi sesungguhnya Pegunungan Menoreh menyimpan banyak potongan keindahan yang tidak diketahui oleh banyak orang termasuk mungkin oleh masyarakat yang mendiaminya.
Kesan perjalanan saya kembali ke Pegunungan Menoreh pada 18 Agustus 2013 masih sama ketika pertama kali mengenal tempat ini. Sampai kapanpun Pegunungan Menoreh akan saya ingat sebagai tempat saya pertama kali menjumpai Anggrek Indonesia mekar di alam. Beberapa tahun lalu satu spesies Anggrek saya temukan bermekaran di puncak sebuah bukit yang setengah mati daki. Anggrek itulah yang kemudian mengawali berbagai perjalanan saya melihat kecantikan Anggrek alam Indonesia di sejumlah tempat.
Satu ruas jalan di Pegunungan Menoreh di saat musim kemarau. Pohon-pohon meranggas berbaris di sepanjang jalan mengucap selamat datang.
Tak terlalu jauh letak Pegunungan Menoreh dari Kota Yogyakarta. Namun jalan menuju ke sana memang tidak mudah. Tanjakan dan turunan tajam serta berkelok-kelok, ditambah kondisi aspal yang berlubang di beberapa ruas jalan menjadi tantangan utama menuju Pegunungan Menoreh. Sisi jalan berupa tebing tanah bercampur bebatuan yang kerap mudah longsor serta jurang yang dalam di sisi lainnya membuat perjalanan 1,5 jam dari Kota Yogyakarta terasa lebih melelahkan. Untungnya perjalanan menuju Pegunungan Menoreh juga menghadirkan beberapa potong keindahan seperti saat melewati celah hutan dengan pepohonan yang tampak lebih eksotis ketika meranggas di musim kemarau.
Rumah penduduk dengan dinding kayu dan lantai tanah atau ubin sederhana banyak dijumpai di Pegunungan Menoreh. Halaman yang luas dengan tumbuhan hjau mengelilinginya adalah tempat yang menyenangkan bagi siapapun yang melihat.
Jauh dari perkotaan membuat suasana kehidupan di Pegunungan Menoreh sangat tenang. Rumah-rumah dari kayu atau anyaman bambu dengan lantai yang masih terbuat dari tanah atau ubin sederhana tampak cukup bersahaja. Apalagi dengan halaman luas yang ditumbuhi rerumputan dan dikelilingi rimbun pepohonan menjadikan itu semua sebagai potret manis tentang Indonesia yang sederhana.
Penduduk yang ramah selalu memberi senyum dan sapa kepada setiap orang yang melintas apalagi jika mereka tahu orang tersebut adalah tamu di kampung mereka. Sementara anak-anak kecilnya senang jika ada orang membawa kamera. Dengan bahasa jawa serta tutur lugunya mereka kadang minta difoto. Gayanya pun tak neko-neko.
Di atas perbukitan, beberapa ruas jalan beraspal telah membelah Pegunungan Menoreh.
Kehidupan sederhana dalam kampung yang bersahaja memang menjadi salah satu potret manis di atas Pegunungan Menoreh. Di sini jarak antar rumah tidak terlalu dekat bahkan beberapa terletak di tengah rimbun pepohonan yang jauh dari jalan kampung. Meski terpencil, jangan anggap kampung-kampung di Pegunungan Menoreh tak tersentuh teknologi. Banyak penduduknya memang masih memasak menggunakan tungku dan kayu bakar, tapi listrik sudah mengalir. Tak heran anak-anak muda dan remaja di sini kerap dijumpai berjalan dengan menenteng HP qwerty atau touchscreen. Rumah penduduk juga memancarkan cahaya di malam hari meski pemandangan gelap masih mendominasi jalanan kampung. Beberapa rumah bagus dengan tembok bercat cantik juga berdiri meski kontras dengan lingkungan sekitarnya. Beberapa ruas jalan aspal sudah melintasi wilayah ini.
Alam Pegunungan Menoreh, tempat berbagai "harta karun" & rahasia keindahan berserakan.
Tapi Pegunungan Menoreh tak hanya menyajikan potret kesahajaan dan kehangatan masyarakatnya. Tempat ini juga menyimpan banyak harta karun keindahan di balik bukit dan tebing yang berserakan. Berjalan kaki menjelajah hutan dan perbukitan adalah cara untuk menemukan harta karun keindahan yang tersembunyi di Pegunungan Menoreh.
Berjalan menembus semak di perbukitan mengungkap harta karun keindahan Pegunungan Menoreh.
Barisan bukit dengan pepohonan besar dan semak lebat serta tebing-tebing tinggi adalah wajah utama Pegunungan Menoreh. Sementara ladang milik penduduk dijumpai di lereng perbukitan. Kopi, cengkeh, kacang tanah, singkong dan kaliandra adalah tumbuhan yang banyak ditanam oleh penduduk Menoreh.
Watu Blencong, sebuah keunikan dari bukit dengan bebatuan besar di Pegunungan Menoreh.
Bentang alam Pegunungan Menoreh memang unik. Beberapa bukit dengan tanah yang kerap mudah longsor berpagar dinding-dinding batu berukuran besar. Sementara tebing-tebing berbatu menjulang di beberapa tempat. Susunan batuannya pun menarik. Ada satu yang dikenal oleh penduduk setempat dengan sebutan Watu Blencong karena bentuknya menyerupai blencong, alat penerangan tradisional.
Di sekitar Watu Blencong terdapat banyak batu-batu seperti tugu yang terbenam di tanah.
Watu Blencong tersusun dari tumpukan batu berukuran besar yang berdiri di atas bukit. Di sekitar Watu Blencong terdapat bongkahan batu berbentuk tugu berukuran kecil yang berserakan dan tertanam di ladang milik penduduk. Sepintas tugu-tugu batu itu mungkin mengingatkan pada susunan bebatuan di Gunung Padang.
Perjalanan menjelajahi Pegunungan Menoreh terus belanjut. Kakipun terus melangkah menerabas semak dan menyisir tanah lembab berseresah. Beberapa tempat yang biasa dilalui penduduk untuk berladang atau mencari kayu bakar telah membentuk jalur yang mudah ditapak. Sementara beberapa tempat lainnya mau tidak mau harus dilalui dengan susah payah.
Sebuah tugu yang menjadi tanda perbatasan wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta di Pegunungan Menoreh.
Selain tanah lembab, bebatuan berlumut juga menjadi pijakan yang licin selama menjelajahi alam Pegunungan Menoreh. Terpeleset atau tergores ranting semak menjadi resiko yang harus diterima. Namun percayalah segala lelah akan terbayar dengan keindahan-keindahan yang tersingkap di balik bukit, tebing berbatu, dan hutan bersemak lebat itu.
Ada banyak Anggrek yang bersembunyi di hutan dan dinding-dinding tebing di Pegunungan Menoreh. Kecantikannya belum banyak diketahui termasuk oleh penduduknya.
Penduduk di Pegunungan Menoreh belum banyak mengetahui tentang keindahan Anggrek alam di hutan dan bukit yang berdekatan dengan tempat tinggal mereka. Ada puluhan Anggrek cantik di Pegunungan Menoreh, beberapa di antaranya tumbuh di jalur yang biasa dilalui penduduk untuk beraktivitas. Ada juga yang tumbuh di kebun cengkeh dan singkong. Sementara sisanya menempel di dinding tebing, ranting pohon dan di balik semak yang lebat. Banyak penduduk yang terkejut setiap kali kami memberi tahu dan menunjukkan Anggrek yang mekar itu.
Di atas sebuah bukit sebuah tebing dengan celah besar membentuk mulut gua yang teduh untuk beristirahat.
Empat jam berlalu, kaki sudah mulai terasa berat dan kaku. Berhenti sejenak di mulut gua yang sejuk cukup untuk meredakan lelah. Beberapa tebing batu di Pegunungan Menoreh memiliki celah yang dalam hingga membentuk mulut gua yang besar. Pada dinding tebing beberapa Anggrek juga kerap dijumpai tumbuh menempel. Meski tersamar oleh semak dan rerumputan di sekelilingnya, mereka yang jeli dan terbiasa mengamati Anggrek alam akan dengan mudah menemukan tumbuhan cantik tersebut.
Turun dan meninggalkan tebing berbatu, perjalanan selanjutnya melalui hutan yang cukup teduh. Kicau burung kadang melengking memecah kesunyian. Kondisi lembab membuat cucuran keringat menjadi tak terasa padahal kaki sudah melangkah hampir 5 jam.
Suara gemercik air samar terdengar, lama kelamaan semakin kuat. Langkah kaki pun semakin cepat mengejar arah datangnya suara air. Berjalan turun dan melewati semak lebat, sebuah air kecil terjun tersaji di depan mata. Indahnya tampak masih sangat perawan. Tak ada sampah kecuali daun-daun kering yang mengambang dan seresah yang terbenam. Jernihnya air membiaskan bebatuan di dasar. Membasuh muka dan tangan merasakan dinginnya air sungguh luar biasa. Segala lelah lenyap.
Air terjun kecil dengan sungai pendek mengalir di tengah rimbun pepohonan Pegunungan Menoreh adalah sepotong harta karun keindahan yang mempesona.
Air itu jatuh di atas bebatuan besar, tumpahannya yang deras tidak hanya menghasilkan buih putih namun juga suara yang menyegarkan. Tumpah dari satu batu ke batu berikutnya air kemudian mengalir tenang beberapa meter sebelum akhirnya kembali jatuh lebih dalam. Dua air terjun bersambungan ini seperti harta karun yang menjadi hadiah setelah 5 jam berjalan kaki menjelajahi Pegunungan Menoreh.
Itulah sepenggal potret keindahan yang ada di Pegunungan Menoreh Yogyakarta. Potret tentang manusianya yang sederhana, juga potret tentang keindahan yang tersembunyi bak harta karun di balik bukit dan tebing yang berbaris di sana. Ini memang bukan surga, tapi Pegunungan Menoreh dengan rahasia-rahasia kecil keindahannya pasti membuat orang susah lupa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H