Hari sudah gelap ketika kaki saya menginjak tanah Cirebon untuk pertama kalinya pada 28 Maret 2014 yang lalu. Lama tak mengisi liburan dengan berwisata mengunjungi tempat-tempat yang jauh, akhirnya saya kembali merasakan sensasi mengenal kota-kota di luar daerah. Memanfaatkan libur panjang akhir pekan Hari Raya Nyepi, saya mengunjungi kota Cirebon selama 2 hari. Menumpang kereta api ekonomi senja Bengawan, saya berangkat dari stasiun Lempunyangan Yogyakarta pada 28 Maretpukul 16.30 WIB. Enam jam kemudian keretapun tiba di tujuan. Inilah pengalaman saya pertama kali menjejak tanah Cirebon untuk melihat wajah kotanya.
[caption id="attachment_301597" align="aligncenter" width="616" caption="Kota Cirebon"][/caption]
Selain beberapa penumpang yang turun bersama saya dan sedikit orang yang sedang duduk di peron menunggu kereta malam, suasana stasiun Cirebon Prujakan sudah cukup sepi. Sambil berjalan meninggalkan kereta saya bertanya ke seorang petugas keamanan stasiun tentang alat transportasi yang bisa saya gunakan untuk menuju penginapan yang berjarak 1,5 km dari stasiun Prujakan. Dengan jarak hanya 1,5 km sebenarnya kaki saya sudah biasa melangkah, tapi berhubung malam sudah menginjak pukul 21.30 WIB dan gerimis sempat turun, sayapun belum mengenal Cirebon, niat untuk berjalan kaki menuju penginapan saya lupakan.
Melewati pintu keluar stasiun puluhan orang menyambut menawarkan jasa tumpangan. Kebanyakan adalah tukang becak dan tukang ojek. Ada juga beberapa angkot yang menunggu dan hanya satu taksi yang saya lihat malam itu. Mengikuti saran petugas keamanan kereta, sayapun memilih becak untuk mengantar ke penginapan.
[caption id="attachment_301632" align="aligncenter" width="494" caption="Suasana malam Kota Cirebon dari atas becak menuju penginapan"]
[/caption]
Dengan ongkos Rp. 15.000, itupun setelah tawar-menawar, saya tiba di penginapan di pusat kota Cirebon yang sudah saya pesan sehari sebelum berangkat. Penginapan di Jalan Siliwangi itu cukup ternama karena sangat dekat dengan stasiun Cirebon Kejaksan dan Balaikota Cirebon. Saya menginap di kamar paling murah yakni kelas standar dengan tarif diskon 10% belum termasuk pajak. Sesampainya di kamar, tidur menjadi pilihan untuk memulihkan tenaga karena esok pagilah rencana jelajah kota Cirebon saya mulai.
Sabtu pagi, 29 Maret 2014, setelah meneguk segelas teh panas dan sepotong roti tawar yang disiapkan petugas penginapan, saya mulai menjelajah kota Cirebon. Dengan bantuan Nokia map saya memilih berjalan kaki untuk menatap wajah kota Cirebon. Beruntung penginapan saya berada di jantung kota sehingga mudah untuk dijadikan patokan meski saya tetap merasa perlu bertanya dan meminta saran dari petugas resepsionis sebelum memulai perjalanan.
Ada 2 versi yang menjelaskan asal-usul kata Cirebon. Pertama Cirebon berasal dari istilah Caruban yang artinya percampuran karena penduduk di Cirebon merupakan percampuran berbagai suku bangsa, agama, adat dan mata pencaharian. Versi kedua berpendapat Cirebon berasal dari kata Cai-Rebon yang berarti kurang lebih air rebon, rebon sendiri adalah udang kecil. Itulah sebabnya Cirebon sering disebut sebagai kota udang.
[caption id="attachment_301598" align="aligncenter" width="560" caption="Wajah Jalan Siliwangi di jantung kota Cirebon"]
[/caption]
Kota Cirebon dibelah oleh beberapa ruas jalan utama seperti Jalan Siliwangi, Jalan Karanggetas dan Jalan Kartini. Dari ketiga jalan utama tersebut Kota Cirebon bisa dengan mudah disusuri. Kaki saya pun mulai melangkah menapaki Jalan Siliwangi untuk selanjutnya menuju lokasi-lokasi lain yang menjadi landmark Cirebon.
Keringat pekat begitu lengket di kulit padahal saya baru melangkah belasan meter meninggalkan penginapan. Jam juga baru menunjuk pukul 8 lewat. Saat itulah saya ingat lagi bahwa saya sedang berada di kota pelabuhan pantai utara Jawa. Meski di Jogja juga sudah terbiasa dengan panas, tapi di Cirebon panas pesisir terasa berbeda. Apalagi di sepanjang Jalan Siliwangi tak banyak pohon teduh.
[caption id="attachment_301599" align="aligncenter" width="583" caption="Balaikota Cirebon di Jalan Siliwangi"]
[/caption]
[caption id="attachment_301600" align="aligncenter" width="567" caption="Stasiun Kejaksan Cirebon di Jalan Siliwangi. Stasiun Kejaksan adalah tempat pemberhentian dan pemberangkatan kereta bisnis dan eksekutif"]
[/caption]
Jalan Siliwangi adalah jantung kota Cirebon. Di sini balaikota dan kantor DPRD serta beberapa perkantoran termasuk sejumlah bank berdiri. Stasiun Kejaksan yang merupakan stasiun kereta api utama di Cirebon juga berada di Jalan Siliwangi. Selain itu ada banyak hotel dan penginapan dari kelas Melati sampai bintang 3 di ruas jalan ini. Padahal menurut pengamatan saya dan cerita beberapa orang yang saya temui kunjungan wisatawan di Cirebon tidak setinggi kota wisata lainnya. Banyak wisatawan di Cirebon hanya transit atau menjadikan Cirebon sebagai destinasi antara sebelum menuju obyek wisata di Jawa Tengah dan DIY. Oleh karena itu meski ada banyak hotel dan penginapan, tingkat okupansinya tidak terlalu tinggi. Itu sebabnya sejumlah penginapan sering memberikan diskon untuk bersaing menarik wisatawan.
[caption id="attachment_301601" align="aligncenter" width="560" caption="Meski tidak terlalu lebar, trotoar di Jalan Siliwangi masih cukup luang bagi pejalan kaki"]
[/caption]
Meski menjadi jantung kota, trotoar di Jalan Siliwangi masih lumayan leluasa ditapaki pejalan kaki. Tidak banyak pedagang kaki lima yang mengambil alih trotoar. Bicara tentang pedagang kaki lima di Cirebon, satu yang menarik perhatian saya adalah hampir semua pedagang kaki lima di kota Cirebon menjual teh botol dengan satu merek yang sama. Jika kita membeli es teh di kaki lima kita tidak akan mendapatkan teh yang diseduh khusus, melainkan teh botol yang dituangkan ke dalam plastik.
Hanya saja trotoar di Jalan Siliwangi tidak terlalu lebar dan dibeberapa bagian menyempit karena keberadaan pot-pot tanaman berukuran besar. Pot-pot itu mungkin bertujuan untuk menghalau sepeda motor atau kaki lima yang hendak naik ke trotoar, tapi ukurannya juga terlalu menyita ruang untuk pejalan kaki.
[caption id="attachment_301610" align="aligncenter" width="584" caption="Kampanye damai sejumlah massa simpatisan PDIP berjalan kaki melewati Jalan Siliwangi"]
[/caption]
Di sepanjang Jalan Siliwangi kita bisa menjumpai beberapa bangunan yang halaman depannya memiliki gapura khas Cirebonan yakni sepasang gapura terbuat dari susunan batu bata merah. Bentuk ini mungkin meniru gapura di Kraton Kasepuhan Cirebon.
[caption id="attachment_301603" align="aligncenter" width="553" caption="Alun-alun Kejaksan Kota Cirebon"]
[/caption]
[caption id="attachment_301604" align="aligncenter" width="567" caption="Bunderan Kejaksan Cirebon dengan tugu tanda kota"]
[/caption]
Setengah kilometer berjalan saya tiba di Alun-alun Kota Cirebon atau yang dikenal dengan Alun-alun Kejaksan. Di sudut alun-alun ini juga terdapat bunderan Kejaksan dengan tugu tanda kota. Alun-alun Kejaksan berupa lapangan rumput dengan tanah yang tidak rata dikelilingi pagar tinggi bercat putih. Pintu masuk ke dalam alun-alun ditandai dengan gapura atau gerbang yang menghadap ke jalan Siliwangi. Tidak ada yang istimewa dengan Alun-alun Kejaksan. Selain kurang rapi, bau pesing juga tercium saat saya mengelilingi alun-alun.