Kamis, 15 Mei 2014, mengisi libur Waisak saya berkunjung ke Museum Benteng Vrdeeburg di jantung kota Yogyakarta. Ini adalah kesekian kalinya saya mengunjungi museum yang tahun lalu dinobatkan sebagai salah satu museum dan obyek wisata terbaik di Indonesia.
[caption id="attachment_307396" align="aligncenter" width="600" caption="Indische Koffie, salah satu sudut manis di dalam Benteng Vredeburg."][/caption]
Benteng Vredeburg memang sangat menarik untuk dikunjungi. Meski sudah berumur lebih dari 250 tahun, terhitung sejak mulai dibangun pada 1760, benteng yang awalnya bernama Rustenburg ini masih kokoh berdiri. Di antara banyak benteng peninggalan masa kolonial yang tersebar di sejumlah daerah, Vredeburg mungkin menjadi yang terbaik dalam memainkan perannya di masa kini sebagai saksi sejarah, cagar budaya sekaligus situs pendidikan. Benteng Vredeburg menjadi contoh sukses konservasi dan revitalisasi bangunan sejarah sebagai kekayaan nasional yang dirawat dan dilestarikan sepenuh hati.
Sebagai museum, Benteng Vredeburg juga menampilkan wajah yang manis. Bangunan-bangunan tuanya tak membuat wajahnya pucat menyeramkan. Menyusuri satu persatu ruangan koleksi kita akan mendapati penerapan teknologi modern yang menghadirkan pengalaman menarik mengunjungi sebuah museum sejarah yang biasanya membosankan. Demikian juga dengan tempat di sekitar bangunan yang ditata menjadi taman yang asri. Benteng Vredeburg menjadi tempat yang pas untuk mengenang dan mengenal sejarah perjuangan bangsa serta pahlawan-pahlawan pendiri negeri.
[caption id="attachment_307404" align="aligncenter" width="324" caption="Gerbang masuk benteng dilihat dari celah pilar ruangan VIP."]
[/caption]
Tapi kunjungan saya kali ini bukan untuk melihat kembali diorama, foto, catatan sejarah ataupun benda-benda peninggalan yang di dalam sejumlah ruangan koleksinya. Saya sudah beberapa kali melihat koleksi-koleksi itu dalam kunjungan-kunjungan sebelumnya. Kali ini saya hanya ingin berjalan-jalan mengelilingi setiap unit bangunannya, naik melalui beberapa tangga dan melihat keunikan yang mungkin tersembunyi di sudut-sudut Benteng Vredeburg.
Pada awalnya Benteng Vredeburg dibangun oleh VOC untuk mengawasi aktivitas perdagangan yang dilakukan oleh pihak Inggris. Beberapa tahun kemudian fungsinya berganti sebagai benteng pertahanan dari serangan musuh. Selanjutnya dari tahun 1830-1945, Benteng Vredeburg menjadi markas militer Belanda dan sempat juga digunakan oleh Jepang. Setelah Indonesia merdeka, Benteng Vredeburg menjadi markas militer RI sebelum akhirnya diserahkan kepada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta pada 1977.
Fungsi sebagai benteng pertahanan dan markas militer tampak jelas dari bentuk bangunannya yang masih bisa dilihat hingga kini. Dengan luas kurang lebih 2000 m2, Benteng Vredeburg dipagari oleh dinding-dinding tinggi yang mengelilingi benteng menjadi bangunan segi empat. Pintu atau gerbang masuk berada di sebelah timur dan barat, namun akses utamanya yang juga menjadi bagian depan dari Benteng Vredeburg ada di sisi barat persis menghadap Istana Negara Gedung Agung Yogyakarta.
[caption id="attachment_307405" align="aligncenter" width="324" caption="Gerbang masuk yang menjulang tinggi di sisi barat benteng."]
[/caption]
Untuk menuju gerbang masuk kita terlebih dahulu melewati jembatan di atas kolam cantik di sisi kanan dan kiri bagian depan benteng. Setelah melewati gerbang masuk kita segera di bagian dalam benteng yang megah. Bangunan-bangunan berlantai 1 dan 2 tersebar di penjuru benteng. Semua bangunannya sangat terawat dan berfungsi sebagai kesatuan penunjang museum. Tak kurang dari 20 fungsi penunjang museum memanfaatkan bangunan-bangunan di dalam benteng baik sebagai ruangan koleksi, perpustakaan, ruang VIP, gudang, guest house, mushola, taman dan lain sebagainya.
[caption id="attachment_307406" align="aligncenter" width="540" caption="Satu dari dua ikon bangunan kembar di sisi utara dan selatan gerbang masuk benteng."]
[/caption]
Dua bangunan kembar yang dijumpai pertama kali ketika melewati gerbang masuk difungsikan sebagai ruangan VIP yang tidak terbuka untuk umum dan hampir selalu tertutup. Bangunan di sisi utara dan selatan itu cukup ikonik berkat pilar-pilar besar menyangga atap bagian depannya. Dua bangunan tersebut dulunya adalah gedung tahanan khusus dan ruangan administrasi. Di bagian belakangnya bangunan 2 lantai memanjang adalah bekas barak prajurit.
[caption id="attachment_307407" align="aligncenter" width="360" caption="Bekas barak prajurit di sisi selatan yang disulap menjadi Indische Koffie merupakan sudut manis pertama yang langsung menyambut pengunjung benteng ketika melewati gerbang masuk."]
[/caption]
Yang menarik adalahbekas barak prajurit di sisi selatan difungsikan sebagai kafe bergaya kolonial. Sebuah taman di sisi baratnya menjadikan sudut yang sepi ini semakin cantik. Indische Koffie adalah kafe atau tempat ngopi berlantai 2 yang memanfaatkan bagian dari bekas rumah perwira di sisi selatan. Sebagai kafe, sudut ini memang tak banyak dijamah pengunjung kecuali jika mereka berniat nongkrong sejenak. Namun melewati begitu saja sudut ini jelas kerugian besar karena Indische Koffie adalah sudut manis pertama yang bisa ditemukan satu langkah setelah pengunjung melewati gerbang masuk.
[caption id="attachment_307408" align="aligncenter" width="513" caption="Komposisi jendela, pintu, kursi dan tiang di teras ruangan koleksi yang merupakan bekas perumahan perwira."]
[/caption]
Di sisi timur kedua bangunan kembar adalah bekas perumahan perwira bagian utara dan selatan yang keduanya kini berfungsi sebagai ruangan koleksi dan sebagian adalah ruangan pengelola museum. Bagian depan ruangan tersebut berupa teras memanjang menghadap taman di bagian tengah benteng. Suasana teduh dan segar sangat terasa di sana. Sejumlah kursi kayu yang ditempatkan di sepanjang teras selaras dengan lantai ubin dan tiang-tiang kayu penyangga bangunan. Pintu-pintu dan jendela berukuran besar serta bola-bola lampu raksasa yang menggantung di atap melengkapi komposisi manis di depan perumahan perwira ini.
[caption id="attachment_307409" align="aligncenter" width="540" caption="Lorong menuju gerbang timur dengan pintu besi yang terkunci seperti penjara."]
[/caption]
Terus berjalan ke timur kita akan menemukan sudut manis berikutnya yakni gerbang timur yang jika dibuka menjadi akses langsung menuju Taman Budaya dan Taman Pintar. Gerbang ini berupa lorong pendek dengan pintu terali besi mirip pintu penjara. Di kedua sisi lorong terdapat tangga untuk naik ke atas dinding benteng.
[caption id="attachment_307410" align="aligncenter" width="324" caption="Tangga kokoh menuju lantai 2 gedung pertemuan militer."]
[/caption]
Bergeser ke arah utara terdapat beberapa unit bangunan yang dahulunya merupakan gedung pertemuan militer dan paviliun. Bekas gedung pertemuan militer letaknya persis di sudut benteng dan jarang dikunjungi karena ruangan diorama di dalamnya jarang dibuka untuk umum. Yang menarik dari bangunan 2 lanta ini adalah unitnya yang terpisah dan tidak bersambungan dengan bangunan-bangunan lainnya. Tangga menuju lantai dua masih kokoh dengan tiang-tiang kayu yang juga masih kuat.
[caption id="attachment_307411" align="aligncenter" width="486" caption="Gembok menutup mengunci rapat sebuah bangunan di dalam benteng."]
[/caption]
[caption id="attachment_307412" align="aligncenter" width="324" caption="Barak prajurit bagian utara dilihat dari lorong bawah tangga."]
[/caption]
Dari bekas gedung pertemuan militer kita perlu melihat bangunan berlantai dua lainnya di sisi paling utara benteng yang merupakan bekas barak prajurit bagian utara. Bekas barak prajurit ini terlihat gagah dengan dua tangga kokoh menuju lantai dua. Atap-atap tinggi menjulang, jendela-jendela kayu dan pintu dengan engsel besi berukuran besar menambah kesan gagah. Sementara di bagian atas setiap pintu dan jendela terdapat sepasang ventilasi berbentuk seperempat lingkaran. Lorong dan teras barak prajurit ini pun menjadi salah satu spot favorit untuk berburu imaji. Jangan kaget jika menemukan banyak kegiatan fotografi termasuk pemotretan model atau prewedding di sisi ini. Sudut ini juga sering dijadikan display pameran.