Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 disahkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 15 Oktoer 2019. Undang-undang tersebut merupakan revisi dari Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974, yang pada awalnya isi dari Undang-Undang tersebut terutama dalam pasal 7 ayat (1) mengatakan bawasannya "Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria suda mencapai usia 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai usia 16 (enam belas) tahun". Adapun peruabahannya dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019 menyatakan bahwa "perkawinan diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai usia 19 (semilan belas) tahun".
Di dalam ketentuan Pasal 28B UUD tahun 1945, dicantumkan bahwasanya setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui sebuah perkawinan yang sah serta negara menjamin hak anak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 tersebut dianggap dapat menyelesaikan berbagai permasalaan yang timbul akibat pernikahan di bawah umur, serta dapat menyelesaikan bergagai masalah yang timbul yang berkaitan dengan perkawinan. Seperti, mengurangi terjadinya pernikahan dini dan terjadinya perceraian, resiko kematian ibu muda dan anak, serta juga dapat memberikan akses yang lebih luas teradap anak terutama perempuan untuk berpendidikan setinggi mungkin.
Perubahan batasan umur yang dilakukan oleh pemerintah dengan cara merubah Undang-Undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 merupakan satu langka lebih maju dalam kesetaraan gender. Akan tetapi mengenai implementasi kenaikan batas usia dalam Undang-Undang No 16 Tahun 2019 tersebut di dalam kehidupan masyarakat belum optimal dan juga tidak efisien, terutama dalam kasus pernikaan dini. Karena dengan menaikkan batas usia pernikahan menyebabkan banyaknya masyarakat yang melanggar peraturan tersebut untuk melangsungkan pernikahan, dengan meminta dispensasi ke Pengadilan Agama dengan membawa bukti dan berkas-berkas yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Jadi, dalam pemberlakuan Undang-undang perkawinan ini akan lebih banyak mengalami kendala di dalam masyarakat, terutama dalam masyarakat yang hidup di desa, yang sudah mempunyai budaya, cara pandang, dan adat istiadat yang sudah lama ada di dalam lingkungan masyarakatnya. Hal tersebutlah yang menjadikan penerapan Undang-undang No.16 Tahun 2019 sulit diterima dan dijalankan dalam masyaraka sesuai dengan apa yang menjadi tujuan dari Undang-undang tersebut.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H