Lihat ke Halaman Asli

Kerja Sama antara Pemerintah, Tenaga Medis, dan Masyarakat dalam Menghadapi Virus Covid-19 di Kota Semarang

Diperbarui: 26 September 2020   08:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Satuan Tugas Percepatan dan Penanganan Covid-19 mencatat Kota Semarang, Jawa Tengah sebagai wilayah dengan kasus aktif positif virus Covid-19 tertinggi level nasional. Juru Bicara Satgas Percepatan dan Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito pada Selasa 8 September 2020 menyebut bahwa Kota Semarang menjadi daerah tertinggi Covid-19 dengan jumlah kasus positif 2.591. Akan tetapi, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menyoroti adanya perbedaan data yang sangat signifikan antara pusat dan daerah.

Website resmi Covid-19 Kota Semarang menyebutkan, jumlah kasus positif pada hari yang sama hanya 507. Perbedaan data kasus postif Covid-19 di Semarang ini segera ditangani dengan sigap oleh pemerintah agar tidak menimbulkan kekhawatiran di masyarakat dan bisa memberikan dampak yang lebih besar lagi di berbagai bidang.

Terlepas dari adanya perbedaan data, pertambahan kasus yang kian melonjak ini pada kenyataannya memang benar-benar kita hadapi dan mengintai setiap manusia. Bagaimana tidak? Banyak orang-orang di sekitar kita, seperti sanak saudara, tetangga, kerabat, tokoh publik dan lain sebagainya yang satu per-satu telah terpapar virus ini. Seperti yang kita ketahui, bahwa virus Covid-19 tidak bisa dianggap remeh. Meski beberapa dari mereka yang terinfeksi dapat sembuh kembali, namun tak sedikit juga pasien yang pada akhirnya tidak tertolong dan berujung pada kematian.

Pemerintah di pusat maupun daerah telah melakukan berbagai upaya untuk menangani virus Covid-19 ini. Mulai dari adanya pembentukan tim satuan tugas penanggulangan Covid-19, penambahan rumah sakit rujukan Covid-19, adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), larangan mudik, hingga menerapkan normal baru. Akan tetapi, setelah normal baru benar-benar diterapkan, ternyata jumlah penderita virus corona semakin melonjak tajam.

Kebijakan normal baru ini justru banyak disalah artikan oleh masyarakat untuk berkumpul tanpa memperhatikan protokol kesehatan Covid-19, seperti liburan ke luar kota, nongkrong, menyelenggarakan pertemuan dari berbagai daerah, dan lain sebagainya. Padahal, relaksasi pembatasan sosial tersebut bertujuan untuk mengembalikan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang sempat mandeg. Awal Juni 2020, Bank Dunia sempat memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 0 persen pada 2020. Bahkan, dalam skenario terburuk pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa minus 3,5 persen.

 Menanggapi kasus corona yang kian bertambah, pemerintah di Provinsi DKI Jakarta mulai mengambil langkah untuk Pembatasan Sosial Berskala Besar total pada tanggal 14 September 2020. Kegiatan-kegiatan yang semula bisa dilakukan di luar rumah, kini harus melaksanakan semuanya di dalam rumah kembali. Beribadah di rumah, bekerja di rumah, dan berkegiatan di rumah.

Berbeda dari DKI Jakarta, Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo saat ini justru menekankan pada penegakan hukum dan sosialisasi agar masyarakat tertib menaati protokol kesehatan. Ganjar tetap meminta kepada pemerintah daerah untuk getol dalam kegiatan sosialisasi ini. Upaya penegakan hukum sekaligus sosialisasi adalah cara untuk memunculkan kesadaran pada masyarakat agar peduli dan lebih berempati.

"Saya juga meminta, event-event yang mengumpulkan banyak orang dihindari dulu. Kalaupun harus dilakukan, maka jumlahnya dibatasi, disiapkan dengan baik dan harus mengacu pada protokol kesehatan yang ada,” tutur Ganjar.  

Jika kita lihat, kebijakan yang diambil oleh Gubernur Jawa Tengah tersebut memang benar bertujuan untuk tetap menstabilkan perekonomian rakyat.Akan  tetapi, jika pemerintah dan masyarakat lengah sedikit saja, maka akan semakin sulit lagi untuk memutus mata rantai Covid-19. Seperti yang kita lihat saat ini, kluster perkantoran menjadi perhatian dari Satuan Tugas Penanganan Covid-19, di mana kluster tersebut telah mengakibatkan banyak yang terinfeksi bahkan memakan korban jiwa. Oleh karena itu, sosialisasi protokol kesehatan dan upaya penegakan hukum hendaknya benar-benar dilakukan secara berkelanjutan yang tidak hanya di awal saja.

Sejak munculnya pandemi Covid-19 ini, pihak rumah sakit dan tenaga medis juga mulai mengalami kewalahan dalam menangani pasien yang terpapar virus corona. Mulai dari penuhnya ruang kamar untuk isolasi, tidak sebandingnya jumlah tenaga medis dengan pasien yang terinfeksi corona, hingga tanah pemakaman yang sudah semakin terbatas di berbagai daerah. Untuk mengatasi hal ini, hendaknya Pemerintah mulai berupaya untuk meningkatkan kapasitas tempat tidur dan infrastruktur di rumah sakit rujukan COVID-19, termasuk sumber daya manusia yang merata di berbagai daerah termasuk di daerah pelosok. Seperti upaya yang dilakukan salah satu rumah sakit di Semarang, yaitu RSUP dr. Kariadi.

Agus Suryanto, selaku Direktur Utama RSUP dr. Kariadi menyatakan bahwa sebagai Rumah Sakit Rujukan Nasional COVID-19 untuk wilayah Jawa Tengah, pihaknya telah menyiapkan langkah-langkah strategis. Di antaranya yaitu menyiapkan 150 ruang isolasi, mencukupi kebutuhan APD, menyiapkan 16 ruang ICU ( 2 ICU untuk anak-anak dan 14 ruang ICU untuk dewasa), dari jumlah tersebut 5 di antaranya masih kosong. Sementara dari segi Sumber Daya Manusia Kesehatan, upaya penguatan juga dilakukan bagi tenaga kesehatan yang bertugas. Agus Suryanto menjelaskan, telah dilakukan upaya mitigasi dengan memastikan ketersediaan APD yang memadai (masker N95, baju APD), hingga memberlakukan sistem shift.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline