Dok Pri
Tanpa disadari, meski tak mengikuti isu terkini dari Bank Indonesia yang sedang gencar mensosialisasikan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) sejak meresmikannya pada 14 Agustus 2014, kita mungkin sudah bertransaksi non tunai. Kebutuhan sehari-hari, perubahan sistem dan gaya hidup, tanpa disengaja atau bahkan tanpa disadari telah membuat kita, orang-orang yang tinggal di perkotaan (kecil atau besar), sudah bertransaksi non tunai.
Sebut saja, transaksi belanja di minimarket yang kini makin dekat dengan tempat tinggal kita. Mau beli minyak goreng atau sekadar sabun mandi saja sebagian dari kita yang biasa beli eceran, selalu ke minimarket terdekat. Pilih minimarket merah atau biru-kuning, bebas saja, cari program promo yang paling menguntungkan bisa memengaruhi pilihan belanja. Nah, kalau tak bawa uang, gampang, gesek saja pakai kartu debit dengan minimal belanja Rp 20.000. Mudah kan, kita sudah mendukung program GNNT Bank Indonesia dengan cara paling sederhana ini.
Tanpa disadari, transaksi non tunai sudah dijalani namun perlu hati-hati. Pasalnya, kalau kebiasaan lama belanja pakai uang tunai dibatasi dengan jumlah uang yang ada dan belanja sesuai kebutuhan, dengan tinggal gesek di minimarket ini, kita cenderung belanja yang tidak dibutuhkan. Demi kepraktisan karena butuh membeli keperluan yang sangat mendadak, tadinya hanya ingin beli sabun mandi jadi beli yang lainnya, yang mungkin tak dibutuhkan, karena ada mininum belanja.
Saya sendiri sering mengalami hal ini. Saya paling tak suka ambil uang tunai dalam jumlah banyak, selain bisa memicu belanja yang tak direncanakan, boros, juga tak selalu aman bawa uang tunai. Yang paling saya tidak suka, dompet jadi penuh, tak praktis. Karenanya, kalau di rumah kehabisan barang tertentu yang dipakai sehari-hari, saya andalkan kartu debet BCA. Minimarket jaraknya pun hanya 10 meter dari rumah. Ya sudahlah, ke toko cukup bawa kartu sambil berhitung apa saja kebutuhan yang harus dibeli untuk memenuhi syarat pembelian minimum Rp 20.000. Belanja, gesek, selesai. Sungguh mudah dan praktis.
Transaksi non tunai yang kerap tak disadari adalah penggunaan kartu kredit. Butuh waktu lama bagi saya untuk bisa dipercaya bank memiliki kartu kredit. Beberapa kali mengajukan permohonan, gagal. Sampai akhirnya Bank Niaga menyetujui pengajuan saya, dan langsung dapat 3 kartu kredit tambahan untuk suami dan adik-adik. Adik ipar yang juga selalu gagal mengajukan kartu kredit akhirnya pun bisa memiliki kartu kredit dari kartu tambahan tersebut. Sementara suami sengaja tak mengaktifkannya. Dan adik kandung saya berangsur-angsur mulai mengaktifkannya saat mulai butuh membeli laptop untuk kebutuhan kuliahnya. Kartu kredit memang memudahkan namun perlu lebih ekstra hati-hati menggunakannya. Alasan saya pakai kartu kredit, pada awalnya adalah untuk kebutuhan mendadak. Seperti tiba-tiba harus ke rumah sakit atau ke dokter anak, kalau ada kartu kredit saya bisa bertransaksi tanpa perlu uang tunai. Memang sih saya berutang, namun nyatanya kartu kredit banyak membantu untuk hal-hal urgent. Nah, kesulitannya bagi saya adalah mengontrol penggunaan kartu kredit untuk keperluan lainnya. Bagi yang suka belanja diskon online macam saya, harus ekstra waspada menggunakan kartu kredit, kalau tidak, akan terjebak dalam transaksi non tunai yang bisa menyembabkan tumpukan utang dari tagihan bank atas penggunaan kartu kredit yang tak terkontrol.
Nah, transaksi non tunai yang belakangan mulai saya jalankan dan mendapatkan banyak kemudahan adalah Flazz. Bentuknya beragam sesuai kebutuhan. Mendapatkannya pun tanpa sengaja. Saat menggunakan transjakarta dari Halte Kota, saya bermaksud membeli tiket konvensional dengan menyodorkan uang tunai. Ternyata saya ketinggalan informasi dan harus pakai kartu, kalau tidak beli ya tidak bisa naik bus. Mau tak mau beli lah kartu khusus Transjakarta. Praktis sih, saya menggunakannya beberapa kali karena memang tak selalu naik Transjakarta. Namun, ternyata tak semuanya transaksi non tunai itu memudahkan, karena belum semua pihak siap. Pernah di salah satu rute yang berbeda, saya terburu-buru naik Transjakarta. Melihat di dompet tak ada uang tunai, percayakan saja pada kartu sakti Transjakarta, dan ternyata halte tersebut belum bisa menggunakan kartu dan hanya menerima tunai.
[caption caption="Kartu Berkendaraan Umum/Dok Pri"]
[/caption]
Flazz dalam bentuk lain yang saya gunakan adalah KCC atau Kompasiana Community Card. Saya mendapatkannya gratis, "jatah" perusahaan. Berbulan-bulan saya diamkan KCC meski selalu ada di dompet. Akhirnya saya isi saldo dan asik juga yaa kalau parkir di mal tak perlu ribet cari recehan, tinggal gesek. Sayang tak bisa dipakai untuk tol. Kenapa yaa transaksi non tunai di tol harus dimonopoli satu kartu saja, jadi tak praktis.
[caption caption="Bayar parkir pakai KCC/Dok Pri"]
[/caption]
Uang elektronik lainnya yang saya miliki karena kebutuhan adalah Kartu Multi Trip untuk KRL. Dua tahun terakhir aktif digunakan sejak menempati rumah di kawasan Sawangan. Kalau yang ini wajib punya jika memang resmi jadi pengguna KRL.