Lihat ke Halaman Asli

Wardah Fajri

TERVERIFIKASI

Penulis Pengembara Penggerak Komunitas

#illridewithyou Berempati Sekaligus Bersyukur untuk Muslimah dan Solidaritas di Australia

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14187182642006888111

[caption id="attachment_341491" align="aligncenter" width="591" caption="www.twitter.com"][/caption]

Menjadi muslimah dengan berhijab atau setidaknya berkerudung, bagi saya, bukan semata ingin menonjolkan identitas sebagai seorang muslim, bukan semata simbol ketaatan, tapi lebih dari itu. Berhijab atau berkerudung menunjukkan keinginan seorang muslimah semakin dekat dengan Tuhannya, simbol cinta, bentuk syukur, keinginan bahkan kebutuhan untuk berusaha menjalankan apa yang semestinya dilakukan seorang muslimah.

Namun, ketika kebutuhan yang muncul murni dari dalam diri, sebuah urusan pribadi antara seorang muslimah dengan tuhannya, ini "terpaksa" tidak bisa dipenuhi akibat aksi teror, saya pun ikut merasakan kepedihannya. Kepedihan juga ketakutan yang dirasakan saudara muslimah Australia pascapenyanderaan warga di Lindt Chocolat Cafe, Martin Place Sidney, oleh orang yang membawa bendera hitam bertuliskan tulisan Arab dalam aksinya, (15/12/2014).

Membaca peristiwa yang terjadi di Australia, di sebuah kereta ketika seseorang membuka jilbab karena rasa takut yang berkecamuk dalam diri muslimah terutamanya (karena menyematkan simbol keagamaan di kepalanya) akibat aksi teror ini, saya yang merasa leluasa berjilbab di Indonesia, merasa diterima oleh masyarakat bahkan didukung, merasa sangat bisa merasakan kegundahan "saudara perempuan" di sana. Sebatas berempati karena kalau saya berada di sana, belum tentu bisa sekuat mereka. Saya barangkali akan lebih ketakutan, bahkan mungkin tak berani keluar rumah.

Sementara di Australia, perempuan berkerudung ini memberanikan diri membaur di tengah suasana tegang di negeri Kangguru. Keberanian yang kemudian berujung pada keputusan untuk akhirnya melepas jilbab di tempat umum karena rasa takut, rasa tak aman mengenakan jilbab. Keberanian yang akhirnya berbuah keberkahan, karena di Australia, ada seorang wanita yang peduli, punya toleransi tinggi, yang kemudian menginspirasi lewat tagar #illridewithyou. Dari berempati saya pun kemudian mengucap syukur, saudara muslimah ini dilindungi-Nya melalui sosok Rachel Jacobs.

Adalah Rachel Jacobs yang mengawali pesan-pesan dengan #illridewithyou bermula dari status Facebook-nya. Dalam postingannya Rachel menceritakan,  dia melihat seorang perempuan Muslim duduk ketakutan di dekatnya dalam kereta api. Perempuan itu diam-diam melepas jilbabnya sebelum turun di stasiun tujuan. Rachael kemudian berlari menghampiri perempuan itu. "Saya katakan pakai lagi (jilbab Anda). Saya akan berjalan dengan Anda. Ia menangis dan memeluk saya selama sekitar satu menit," tulis Rachael.

Kisah Jacobs dan perempuan berhijab ini kemudian menginspirasi pengguna Twitter untuk menggunakan tagar #illridewithyou. Pantauan KompasTekno, Selasa (16/12/2014) pagi, tagar (tanda pagar) #illridewithyou menempati peringkat ke-2 trending topic Worlwide yang disusun Twitter.

Membaca peristiwa ini saya tak bisa menahan haru, air mata jatuh setiap kali membaca cerita #illridewithyou. Semata bersyukur, masih ada keindahan toleransi, solidaritas di negeri dengan mayoritas pemeluk nasrani. Saya membaca persahabatan yang murni dari warga Australia ini. Saya pun bersyukur, mendapatkan berita bahwa di Australia, media dan masyarakatnya tak lantas mengaitkan aksi teror dengan agama terutama Islam yang disimbolkan oleh pelaku teror dalam aksinya. Mereka mengutuk aksi teror namun tak membenci Islam, setidaknya itu kesimpulan sementara yang saya dapatkan dari pemberitaan di media online. Tindakan sederhana Rachel Jacobs bahkan kemudian berdampak besar melalui media sosial mencegah kebencian terhadap Islam.

Saya memang tak berada di Australia, saya tidak tahu bagaimana warga di sana, pandangan terhadap Islam dan muslimah berjilbab. Namun peristiwa ini membuka mata dunia, bahwa keinginan memakai jilbab karena cinta, berbuah hubungan harmonis penuh cinta antara muslim dan nonmuslim, di tengah momen menegangkan, penyanderaan yang membawa embel-embel simbol agama. Semoga solidaritas dan toleransi yang luar biasa ini menular ke berbagai negara di penjuru dunia. Dan kita di Indonesia bisa belajar dari sepotong peristiwa di Australia ini. Semestinya, kita, dengan penduduk mayoritas muslim, bisa memberikan rasa aman kepada siapa saja. Kalau Rachel Jacobs bisa memberikan rasa aman kepada seorang muslimah di tengah situasi menegangkan untuk muslim, mengapa kita, muslim mayoritas tak bisa memberikan rasa aman serupa bahkan lebih, untuk siapa pun yang tinggal di negeri ini.

Tanpa ada kebetulan, menjelang Natal, ini adalah pembelajaran besar untuk semua umat di dunia. Toleransi itu indah.

Saling memberikan rasa aman itu indah, bukankah nabi tauladan kita juga sudah mengajarkannya bahkan mencontohkannya? Semoga kita masuk dalam golongan orang-orang yang diberi petunjuk, sehingga petunjuk-petunjuk kecil seperti peristiwa ini menjadikan kita menjadi manusia yang lebih baik, jauh lebih baik.
Referensi:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline