Indonesia adalah suatu negara yang unik yang mana banyak sekali ragam budaya, suku, ras, agama,dan bahasa, sehingga tak heran bila sering terjadi perbedaan-perbedaan di lingkungan masyarakatnya, yang pasti dari perbedaan itu lah akan muncul gagasan baru (ide) yang semakin mengkokohkan dan mempererat kesatuan Indonesia ini. Dari gagasan itu pada zaman penyebaran islam oleh wali songo muncullah tradisi tahlil yang sebenarnya berasal dari kebudayaan Hindu-Budha yang melekat pada masyarakat pribumi dan termodifikasi oleh ide-ide kreatif wali songo tersebut dan disitulah islam bisa di terima oleh masyarakat.
Agama islam di lingkungan jawa menurut Cliford Geertz terbagi menjadi tiga varian yaitu Islam Abangan, Santri, dan Priyayi. Kelompok santri digunakan untuk mengacu pada orang muslim yang mengamalkan ajaran agama sesuai dengan syariat islam. Kelompok Abangan merupakan golongan penduduk jawa muslim yang mempraktekkan islam dalam versi yang lebih sinkretis bila dibandingkan dengan kelompok santri yang ortodoks dan cenderung mengikuti kepercayaan adat yang di dalamnya mengandung unsur tradisi Hindu, Budha, dan Animisme. Sedangkan kelompok Priyayi digunakan sebagai istilah orang yang memiliki sosial yang lebih tinggi atau sering disebut kaum bangsawan.
Mengenai kata tahlil memang tidak asing lagi ditelinga kita, ya memang tahlil adalah sebuah tradisi yang sering kali dilakukan oleh masyarakat muslim Indonesia, khususnya bagi masyarakat nahdiyyin, NU. Yang menjadi aktivitas rutin setiap malam jum'at, dan pada momen-momen tertentu seperti, kala seseorang meninggal dan mereka berkumpul dalam suatu majlis untuk mendo'akannya secara serentak (berjama'ah). Tahlil sendiri dalam bahasa arab (hallala-yuhallilu- tahlilan) yang berarti membaca kalimat La ilaha illa allah. Makna tahlil kemudian berkembang menjadi serangkaian bacaan yang terdiri dari kumpulan dzikir seperti tasbih, takbir, tahmid, sholawat, ayat-ayat al-qur'an, do'a dan beberapa bacaan dzikir yang lain.
Adapun kebiasaan masyarakat setelah ritual tahlil selesai, umumnya tuan rumah menyajikan hidangan makanan dan minuman untuk jama'ah. Dan juga buah tangan (berkat) dalam bentuk makanan matang. Hidangan ini bermaksud sebagai shodaqoh, yang pahalanya ditujukan untuk orang yang meninggal, dan tak lupa pula do'a untuknya. Ini merepukaan bentuk kasih sayang dan ungkapan cinta yang dibalut dengan silaturrahmi rohani.
Jika kita cermati sebetulnya tradisi tahlilan itu bernuansa "islamisasi" yang dilakukan oleh para ulama' atau para kyai terdahulu. Pada awalnya bagi masyarakat jika ada salah satu dari keluarga yang meninggal, maka pada malam-malam tertentu, seperti malam ke1-7, 40,100,1.000 hari, mereka kumpul-kumpul,malah ada yang bermain domino. Bahkan sampai sekarang praktek mungkarat seperti itu masih dilakukan oleh sebagian masyarakat. Sehingga untuk mengubah tradisi mungkarat ke tradisi hasanah mereka diajak untuk berkumpul,berdo'a dan membaca kalimat-kalimat tayyibah,dan ulama' pun sampai membuat buku panduan berisikan yasin, tahlil, talqin, do'a-do'a, dan juga aurad (wirid) yang sudah tersebar di kalangan umat muslim sekarang ini.
Dari acara tahlil ini , masyarakat secara tidak langsung disatukan dalam suatu komunitas moral yang terbentuk dari acara tahlil tersebut. Sebagaimana dikemukakan dalam teori fungsionalisme, bahwa masyarakat terdiri dari bagian-bagian yang masing-masing bagian saling bergantung satu sama lain dengan erat sehingga perubahan yang terjadi dalam satu bagian akan mempengaruhi bagian yang lain. Tahlil juga merupakan relasi kemanusiaan , karena tahlil termasuk bagian dari media sosial atau medan budaya yang mengikat hubungan antar manusia. Maka dari situ terbentuk lah solidaritas tinggi dilingkungan masyarakat tersebut. Kita bisa merasakan apa yang dirasakan oleh saudara kita dan juga bisa menghiburnya agar tidak larut dalam kesedian.
Dari segi antropologis, manusia memiliki kecenderungan spiritual dan ritual, maka apa pun agama atau kepercayaan yang mereka anut, pasti memiliki keterikatan dengan yang mereka anggap menguasa alam semesta.August Comte dengan teori positivisme mengatakan, bahwa manusia memiliki tahapan berfikir, yaitu: teologis, mitafisis, dan positif. Dari tahapan ini dapat kita ketahui bahwa manusia mempercayai adanya tuhan, mereka percaya bahwa tuhan lah yang mendatangkan bencana atau mala petaka dan begitu pula dengan rezki, sehingga mereka berfikir untuk memberi sesaji agar tuhan senang( animisme). Begitu pula dengan tahlil, tahlil merupakan bagian dari ritualistic yang mendatangkan pahala dan kasih sayang dari tuhan, karena didalam tahlil kita membaca kalimah tayyibah.
Meski demikian, hingga saat ini tahlil masih menjadi masalah khilafiyah dikalangan umat islam. Memang tahlil tidak ada di zaman rasulullah, akan tetapi sebagai amalan baik agar masyarakat tergerak untuk menjalankan syariat-syariat agama, tahlil bisa menjadi saran strategi dakwah bagi umat islam. Kala muncul konflik antar umat islam mengenai tahlil, maka akan menjadi bencana dalam persatuan umat itu sendiri, sehingga untuk menyikapi perbedaaan ini, maka kita kembalikan kepada kondisi semula, yaitu tahlil berperan sebagai media komunikasi keagamaan dan kemasyarakatan bagi umat islam tanpa melihat aliran atau faham organisasi keagamaan yang diyakininya.
Mengenai konflik yang sering terjadi yaitu tradisi tahlilan, banyak orang menganggap bahwa itu adalah bid'ah, akan tetapi perlu diketahui bahwa walisongo tidak sembarangan membuang adat-istiadat yang mereka lakukan serta sangat selektif dan teliti memilah-milah kebiasaan mana yang masih dalam koridor syariat dan mana yang bertentangan, sehingga tidak menjadi kendala terhambatnya penyebaran islam pada saat itu. Strategi walisongo ini kemudian diperkuat dengan statement imam syafi'I yang dikutip dalam buku "Jami' al-Ulum wa al-Hikam" karangan ibnu rajab yang berbunyi:
"Bid'ah itu ada dua, yaitu bid'ah hasanah(terpuji) dan bid'ah dhalalah(tercela). Bid'ah hasanah berarti bid'ah yang selaras dengan sunnah, sedangkan bid'ah dhalalah berarti bid'ah yang bertentangan dengan sunnah."
Maka pengertian dan pehaman bid'ah perlu diluruskan kembali,. Hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim dan an-Nasa'i diatas merupakan dasar agama yang sangat urgen dan universal, sehingga maknanya masih umum. Akan tetapi, hadits tersebut dibatasi maknanya dengan hadist yang lain yaitu:
"Barangsiapa yang membuat pembaharuan dalam agamaku ini dengan hal yang bukan dari-Nya maka is tertolak(HR Bukhori Muslim). Dan ada pula hadits yang berbunyi: "Dari Ibnu Mas'ud ra: "Apa yang menurut kaum muslimin baik maka menurut Allah baik. Dan apa yang menurut kaum muslimi jelek maka menurut allah adalah jelek"(Hadits Mauquf dan ditakhrij oleh Ahmad). Maksud hadits diatas adalah segala jenis pembaharu-pembaharuan yang sama sekali tidak berdasarkan kaidah syara' maka amalanya ditolak oleh allah.
Fungsi dari tahlil bisa digolongkan menjadi dua, yaitu fungsi agama untuk dirinya dengan tuhan serta fungsi social dirinya dengan masyarakat.
Sarana untuk kirim do'a kepada yang meninggal
Meningkatkan Ketakwaan
Sarana Silaturrahmi
Memperkuat jiwa social dan pemecahan masalah