Lihat ke Halaman Asli

Pemberlakuan Insentif Pajak Kendaraan Listrik oleh Pemerintah Indonesia

Diperbarui: 7 Juli 2023   17:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Oleh : 

Waranda Novitasari

Program Studi Agribisnis Universitas Muhammadiyah Malang

1 April 2023, pemerintah resmi memberlakukan PMK nomor 38 tahun 2023 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Roda Empat Tertentu dan Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai Bus Tertentu yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2023. Peraturan ini memuat insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Ditanggung Pemerintah (DTP) yang diberikan pemerintah untuk mendorong masyarakat beralih ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan.

Terkait dengan pemerintah memberlakukan kebijakan insentif pajak tersebut merupakan bentuk strategi pemerintah untuk menarik investasi dalam ekosistem kendaraan listrik dan mengurangi emisi. Dalam kebijakan ini, pemberian insentif ditujukan terhadap Kendaraan Bermotor Listrik (KBL) berbasis baterai roda empat tertentu dan atau KBL berbasis baterai bus tertentu berupa PPN terutang ditanggung pemerintah. Pemerintah akan menanggung PPN atas KBL berbasis baterai roda empat dan bus tertentu sampai dengan 10 persen dari harga jual sehingga masyarakat hanya perlu menanggung PPN sebesar 1 persen.

Melalui laporan Asian Development Bank, Indonesia memiliki risiko terkait investor dan ketidakmampuan untuk melakukan pengembangan teknologi, seperti listrik dan baterai. Sementara itu, untuk memaksimalkan potensi kendaraan listrik diperlukan pondasi pembangkit listrik yang kuat dengan energi yang ramah lingkungan. Pemerintah perlu mempertimbangkan penggunaan mineral komponen baterai, seperti lithium, nikel, kobalt, dan mangan yang dapat mengakibatkan eksploitasi pertambangan terhadap bahan mineral tersebut. Diperlukan rangkaian tindakan untuk mengelola limbah baterai tersebut nantinya, mengingat limbah baterai tersebut masuk ke dalam limbah bahan berbahaya dan beracun (B3). Langkah kebijakan pemerintah seharusnya tidak hanya berfokus pada proses bisnis yang terjadi, tetapi juga fokus terkait dampak dari proses bisnis yang dilakukan. 

Menelisik lebih lanjut, harga kendaraan berbasis listrik di Indonesia sangat berbanding terbalik dengan pendapatan perkapita Indonesia. Berdasarkan data The Asosiation of Indonesian Automotive Industry (GAIKINDO), harga kendaraan berbasis listrik paling murah ialah mobil bermerek Wuling Air EV, dengan kisaran harga 200 juta. Sementara itu, berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Tahun 2022 pendapatan perkapita Indonesia pada tahun 2022, ialah 71 juta atau 5,9 juta per bulannya. Pendapatan perkapita hanya bisa merepresentasikan sebagian kecil pendapatan penduduk Indonesia, mengingat pendapatan Upah Minimum Regional (UMR) di wilayah Indonesia banyak yang berada di bawah kisaran tersebut.

Future of Mobility Solution Centre, Deloitte (2021), menunjukkan data bahwa hanya 13 persen masyarakat Indonesia yang bersedia untuk membeli KBL berbasis baterai dengan harga di atas rata-rata mobil biasa. Dibutuhkan motivasi yang tinggi sebagai upaya penyelamatan lingkungan untuk membeli kendaraan berbasis listrik tersebut, sebagaimana terdapat penelitian yang dilakukan oleh Lowy Institute pada 2021 yang menyatakan bahwa hanya 36% responden dari masyarakat Indonesia yang menyatakan bahwa pemanasan global merupakan permasalahan yang serius. 

Pemerintah perlu melakukan evaluasi terhadap faktor eksternal dan internal masyarakat Indonesia untuk sadar terkait permasalahan lingkungan, setelah itu pemerintah dapat mengejawantahkannya melalui salah satu kebijakan berupa insentif pajak atas kendaraan bermotor listrik berbasis baterai. Rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia terkait bahaya isu lingkungan, sangat bertolak belakang dengan keinginan pemerintah untuk mendorong pemakaian kendaraan bermotor berbasis listrik dan baterai yang digunakan secara masif oleh masyarakat Indonesia. 

Kebijakan tersebut tidak sesuai dengan implementasi fungsi alokasi sebagaimana tercantum dalam UU nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara yang digunakan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Apabila terus dilanjutkan, masyarakat akan menganggap bahwa kebijakan ini hanya akan menguntungkan masyarakat golongan menengah ke atas dan para pengusaha sehingga esensi dari kontraprestasi pajak dan fungsi alokasi hanya dirasakan oleh segelintir kalangan saja. Sangat disayangkan, padahal terdapat alternatif lain yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengurangi emisi dengan melakukan insentif pajak terhadap kendaraan bermotor listrik dan baterai. Alternatif lain berupa pemakaian Electric Vehicle (EV) yang diimplementasikan pada kendaraan umum. Pemberian insentif atau pemakaian EV pada kendaraan umum akan lebih mengoptimalkan peran lingkungan dan sosial di dalamnya.

Pemerintah seharusnya sadar bahwa upaya meningkatkan pembelian EV justru akan menimbulkan masalah baru, seperti masalah pengelolaan dan bahkan memperparah kemacetan. Sebagai bentuk solusi alternatif, penggunaan EV pada kendaraan umum akan meningkatkan ketertarikan masyarakat untuk menggunakan kendaraan umum dan meremajakan kendaraan umum yang sudah tidak layak pakai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline