Pasca kedatangan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) didampingi Djarot Saeful Hidayat (Djarot) menemui Megawati Soekarno Putri (Mbok’e) beberapa waktu lalu, dalam rangka Ahok meminang Djarot sebagai Calon Wakil Gubernur (Cawagub) DKI Jakarta kembali menuai reaksi para kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
Reaksi paling keras datang dari Ketua DPP PDIP Andreas Hugo Pareira, dia menilai Ahok itu memecah belah partai dan politik adu domba. Penilaian yang sudah terlalu jauh dan tidak mendasar. Apakah Ahok salah sebagai Calon yang diusung partai lain (Nasdem, Hanura, Golkar) mendatangi Mbok’e meminang Djarot ? tidak ada yang salah, justru PDIP harus berterima kasih kepada Ahok karena telah meminang kader-kadernya yang terbaik.
Terakhir bersama Masinton pemilik “kambing dibedakin” mewacanakan dan melakukan simulasi menempatkan Ahok sebagai Cawagub dipasangkan beberapa kader lain. bisa dinilai bagaimana posisi Masinton sebagai mantan aktivis 98 dengan kelakuannya sekarang membuktikan aktivis 98 itu tidak semua benar. mungkin ini salah satu mantan aktivis abal-abal tidak sengaja dicomot waktu itu.
Kasihan sekali prilaku kader-kader PDIP yang sudah melakukan sesuatu diluar akal sehat. Bagi orang awam yang melihat tentu ini sangat lucu, culun dan mengherankan sekali kenapa Ahok sebagai Gubernur DKI yang cukup berhasil menjalankan program-program kerjanya kemudian dicalonkan PDIP sebagai Cawagub, aneh bin ajaib.
Prilaku kader-kader karbitan dan amatiran yang sangat tidak bermutu kelasnya, telah memberi tontonan yang secara tidak langsung telah menggerus dan mempermalukan partainya sendiri. Apakah kader-kader senior seperti Pramono Anum, Thajo Kumolo dan lain-lain sadar dengan kelakuan kader-kader karbitan itu ?
Kalau hanya alasan kalkulasi politik seperti yang disampaikan "Kalau menurut kalkulator politik, seharusnya Pak Ahok jadi cawagub. Kalau dia punya 23 kursi, kami punya 28 kursi. Lebih banyak dong," kata Andreas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/8/2016).
Kalau cara penilaiannya dengan angka tertinggi, maka PDIP mesti berlaku adil terhadap kader-kadernya melakukan kalkulasi politik dengan melihat prestasi tertinggi antara Djarot dengan Risma, jelas kalkulasi politik lebih berprestasi Djarot daripada Risma, artinya yang layak diusung PDIP sebagai Cagub adalah Djarot, jika kemudian Risma diusung PDIP maka kalkulasi politik yang digunakan sebelumnya telah dicederainya sendiri.
Apa yang dilakukan kader karbitan PDIP ternyata dikuti Partai PPP juga, seperti pernyataan "Yang jelas kalau cagub adalah Ahok, PPP enggak. Kalau Ahok cawagub, kami musyawarahkan lagi," kata Sekjen PPP Arsul Sani saat dihubungi, Kamis (25/8/2016).(sumber: kompas.com)
Sesuatu yang tidak mungkin terjadi tetapi dipaksakan “Lelucon politik” seperti yang dilakukan kader-kader PDIP Andreas Hugo Pareira, Masinton dan Sekjen PPP Arsul Sani akan berdampak negative bahwa apa yang dilakukan itu “membanggakan diri sendiri dengan mengkerdilkan orang lain”.
Politisi yang sudah tidak sehat cara berpikirnya, hatinya sakit, depresi, stress, tidak tahu malu, ngaco, ngigau dan yang pasti sudah kehilangan akal sehat.
Secara politik sah-sah saja, tetapi perlu diingat masyarakat DKI Jakarta yang melek politik itu hanya nol koma, artinya mayoritas masyarakat hanya berpikir realistis, tidak akan berpikir yang tidak masuk akal seperti Ahok yang notabennya Gubernur DKI Jakarta mendadak akan dicalonkan menjadi Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta.