sumber: oke zone.com Pernah salah seorang pemimpin di Asia Tenggara mengatakan bahwa untuk apa demokrasi kalau rakyat makan tikus? Sepertinya sindiran itu benar adanya. Ditengah -tengah beban hidup yang semakin berat, kenaikan elpiji sangat memukul kita. Belum hilang efek kenaikan BBM yang membuat semua harga pangan melambung, dan membuat rakyat tercekik disusul dengan kenaikan TDL semakin megap-megaplah rakyat bernapas. Belum selesai efek semua kenaikan -kenaikan itu datanglah badai baru bernama kenaikan elpiji 12 kilo. Pemerintah seolah tidak berdaya di hadapan Pertamina. Presiden cuma bisa menyayangkan , mentri seolah cuci tangan. Alasan pertamina yang merasa merugi karena menjual murah dibawah harga International juga membuat miris. Kalau merugi karena membantu rakyat Indonesia sebegitu reaktif, namun ketika mereka menjual gas ke Cina dengan harga murah dan dibawah standar harga International, pemerintah tidak merasa bersalah dan berdosa kepada rakyat. Nun jauh di sana , di utara Kalimantan tepatnya di pulau tidung, masyarakat beralih dan memilih elpiji Malaysia. Disamping mudah didapatkan elpiji Malaysia juga lebih padat karena berisi gas 14 kilo dan bisa dipakai sampai 3 bulan. Elpiji Petronas ini, juga dinilai lebih berkualitas dengan tabung yang lebih tebal. Masyarakat Tidung tidak pikir panjang membeli elpiji yang seharga 230 ribu ini. Seandainya di tempat saya ada Elpiji Petronas, saya yakin masyarakat juga akan berbondong-bondong membeli. Tidak usah lagi menggugat nasionalisme. Bukankah negara tidak pernah ada untuk kita, apa-apaan? sampai seorang presiden pun tidak bisa mengintervensi pertamina? Ini memang negeri dagelan, tidak heran kemudian, rakyat merasa yatim piatu. Dan ketika negara tetangga lebih mengayomi, apa salahnya di sambut? Entah apa lagi yang akan naik dan mengacaukan daya beli masyarakat. TDL Listrik hampir pasti naik tahun ini. Kekacauan dan ketidak berpihakan pemerintah seharusnya menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk kita semua untuk tidak percaya sama janji manis ala politikus busuk. Jangan pernah menggadaikan masa depan lima tahun kita kepada para pemain teater yang cuma bisa bersandiwara di depan rakyat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H