Lihat ke Halaman Asli

Kraiswan

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Pemakan Bakso yang Mendapat Kartu Kuning

Diperbarui: 31 Januari 2025   22:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi makan di warung mi ayam dan bakso | foto: solotravel.tribunnews.com

Di dunia sepak bola, kartu kuning dan merah diberikan kepada pemain yang melakukan pelanggaran. Kartu kuning menjadi peringatan. Kartu merah artinya keluar lapangan tanpa digantikan.

Namun, apa jadinya kalau orang makan bakso saja mendapat kartu kuning? Aneh bukan? Pelanggaran macam apa yang dibuat sampai harus diberi kartu? Berikut aku ceritakan kisahnya. Dijamin lucu. Jika tidak, Anda wajib mentraktir saya bakso.

***

Suatu siang di hari Rabu. Tiga hari libur ini menjadi bonus, kepanjangan dari libur weekend. Bagi pekerja kantoran, inilah 'surga'. Waktunya berwisata dan menghabiskan uang bersama keluarga. Namun,tidak direkomendasikan untuk liburan luar kota. Macet, capek di jalan, padat di tempat wisata. Tak jadi rekreasi dong!

Akhir pekan aku dan istri membantu Mbah membuat pesanan nagasari (salah satu jenis jajan pasar berbahan tepung beras, dibungkus daun pisang). Pesanannya hingga 350 bungkus, biasanya hanya sanggup memproduksi 50 bungkus. Kami bela-belakan tidur menjelang subuh, saking banyaknya.

Beres pesanan nagasari, kerjaan berganti yakni beberes rumah. Meski libur Imlek, ada muridku tetap minta diberi les untuk mengejar ketertinggalan pelajaran. Sangar! Istriku juga memproduksi keripik pisang untuk pesanan pelanggan dan untuk oleh-oleh.

Dari berita di medsos, ada pertunjukan barongsai di salah satu pusat perbelanjaan di pinggiran kota. Kami mengajak anak menonton. Meski pertama melihat barong dia ketakutan, lama-lama dia jadi atraktif, ingin menonton, bahkan belakangan menirukan gerakan barong dengan iringan musik dung dung ces.

Maka, hari itu istri mengerjakan sedikit produksi, lalu dihentikan demi mengajak anak menonton barongsai. Ada tiga kali pertunjukan, kami pilih siang sebab kalau sore biasanya hujan.

Kami mengajak hanya Mbah Uti, sebab Mbah Kakung sedang sibuk. Aku mengantar Mbah Uti dan anak lebih dulu, lalu pulang lagi untuk menjemput istri.

Baru tiba di lampu merah mendekati pusat belanja, sudah ketahuan ramenya minta ampun. #1 Apa pun bentuk hiburannya, rakyat tetap senang berkerumun. Tak soal betapa panas, berjubel pengunjung, dan macet. Dari pengendara sepeda motor, mobil, maupun naik angkot. Semua berdesak-desakan mau nonton barongsai.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline