Lihat ke Halaman Asli

Kraiswan

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Simak! Agar Paham Wewenang DPR, MA, dan MK terhadap Undang-undang

Diperbarui: 27 Agustus 2024   20:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Simpang siur wewenang DPR, MA, dan MK | foto: tagar.id, antaranews.com

Tidak perlu pintar hukum. Kita hanya perlu punya hati yang murni, dan mematuhi hukum. Dengan begitu, niscaya negeri ini akan makmur dan adil bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pasca viralnya Garuda berlatar belakang biru dengan pesan "Peringatan Darurat", masih ada yang bingung wewenang antara DPR, MA (Mahkamah Agung) dan MK (Mahkamah Konstitusi) terhadap Undang-Undang di Indonesia. Termasuk aku. 

Pada Selasa (20/8/2024), MK memutuskan mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan Partai Buruh dan Gelora. Ambang batas dimaksud tidak lagi sebesar 25% perolehan suara parpol/ koalisi partai politik hasil Pileg DPRD sebelumnya atau 20% kursi DPRD.

Putusan MK ini berarti:
• Membatalkan Perubahan Batas Usia calon kepala daerah yang kemarin ramai dari Mahkamah Agung.
• Mengabulkan gugatan Partai Buruh dan Gelora: threshold dari 20% jadi 7.5%

Putusan ini membuka peluang sebesar-besarnya bagi partai dan masyarakat luas untuk maju dalam Pilkada. Meminjam istilah Najwa, putusan MK ini progresif, karena agak menjauh dari budaya politik kita yang hobi menyodorkan kandidat hasil hompimpah para elit politik. 

Namun, ada satu anak bungsu yang tidak bisa maju karena terjerat putusan ini. Maka, sang ayah mengusahakan agar anaknya tetap bisa maju Pilkada. Kalau anaknya tidak memenuhi syarat, maka syaratnya yang akan diturunkan, tak soal jika harus mengubah Undang-Undang.

Syahdan, hanya satu hari setelah putusan MK dibuat, Baleg DPR mengadakan rapat paripurna untuk menentang dan mengubah putusan tersebut. Inilah yang inti pesan Peringatan Darurat yang viral itu.

Baleg DPR ingin mengubah putusan MK supaya anak bungsu bisa maju dalam Pilkada. Sehati dengan sang Bapak nih ye! Caranya bagaimana? MA membuat putusan nomor 23 tahun 2024, mengubah batas usia calon kepala daerah menjadi 30 tahun saat pelantikan. Baleg DPR memakai Putusan MA ini untuk mengakali putusan MK. Padahal, putusan MK mengikat, final, dan berlaku untuk semua.

Langkah DPR yang membuat Undang-Undang dalam sehari ini bukan untuk kepentingan rakyat. Sebab, tidak ada naskah akademiknya, tidak ada waktu melakukan sosialisasi pada masyarakat, apalagi mendengar aspirasi dan partisipasi kita sebagai rakyat. Jika DPR dan presiden merevisi Undang-Undang tanpa mengacu putusan MK, rentan disebut pembangkangan konstitusi.

Kok berani Baleg DPR mau mengkhianati MK, mau mengacak-acak konstitusi! #kawalputusanmk

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline