Lihat ke Halaman Asli

Kris Wantoro Sumbayak

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Beda Adat, Siapa Takut? #48

Diperbarui: 4 Maret 2024   14:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makan sambil berdiskusi di rumah makan yang kebetulan di tepi sawah | foto: KRAISWAN

Tahun baru, resolusi baru. Ini yang harusnya jadi agenda hidup kita untuk membuat perencanaan jangka pendek, menengah maupun panjang.

Hingga awal 2020, Yanti masih liburan di Salatiga. Kami menikmati malam tahun baruan di rumahku sambil bakar-bakar jagung dan sate bareng adikku. Tak lupa, aku dan Yanti beribadah tutup tahun bersama. Inilah momen yang baik untuk menikmati pergantian tahun bersama pacar. 

Awal tahun baru. Sambil nongkrong di salah satu cafe kopi di Ungaran, kami membuat evaluasi dan resolusi. Layaknya mahasiswa, kami bisa membuat dengan detail. Hal ini penting supaya kami bisa mengambil refleksi atas setahun perjalanan yang telah dilalui. Hal-hal yang terlah tercapai, atau yang masih menjadi pergumulan. Perlu resolusi untuk waktu mendatang, musimnya mungkin berulang, tapi porsi dan warnanya berbeda. Bakal lebih unik dan menantang. 

Salah satu resolusi kami di tahun 2020 adalah menikah. Bicara pernikahan, ada banyak hal harus dibicarakan, dipersiapkan dan dikerjakan dengan cermat. Sebab, sudah direncanakan saja bisa meleset. Apalagi jika tidak membuat rencana.

Bagi banyak pasangan yang akan menikah, pusing soal pesta, foto, dekorasi, dan kostum. Tapi tidak bagi kami. Kami tidak ingin menghabiskan dana dan tenaga untuk pesta yang berlangsung hanya 2-3 jam, sedang kehidupan pernikahan membentang bertahun-tahun setelah pesta.

Hal ini kami sadari sejak awal. Prinsipnya: persiapkan pernikahan sungguh-sungguh untuk semua detil yang bisa dipikirkan dan dikerjakan. Harapannya saat memasuki kehidupan rumah tangga tidak banyak benturan yang tidak perlu. 

Kami menargetkan menikah di pertengahan 2020. Belum juga kami menangani perbedaan adat dan ekspektasi keluarga, kami--dan semua manusia di seluruh dunia--dihadapkan pada pandemi Covid-19 (pertama masuk Indonesia Maret 2020). Hampir semua sektor kehidupan lumpuh. Kita dipaksa untuk mendekam di rumah. Tidak bisa bertatap muka untuk bekerja, belajar, bermain, termasuk menikah.

Ibadah malam pergantian tahun | dokumentasi pribadi 

Banyak bidang usaha harus menelan pil pahit, usahanya tidak berjalan, salah satunya wedding organizer. Banyak yang bangkrut, sekaligus muncul banyak jenis usaha yang baru.

Kami harus membuat skenario pernikahan. Kami menggumulkan apakah ke Medan naik pesawat, menyewa mobil, atau justru dilakukan di Jawa saja--seperti kerinduan kami di awal. Apakah bisa mengadakan pesta atau cukup syukuran. Mau menikah di Sumatra atau Jawa tetap berisiko terpapar Covid-19. Atau justru diundur ke tahun 2021? Iya kalau pandemi ini selesai 1-2 tahun. Kalau tidak? Jelasnya, kami tidak ingin pernikahan batal gegara Covid-19.

Kala memikirkan biaya dan teknis perjalanan, kami merasakan pertolongan Tuhan tentang bimbingan pranikah untuk menyiapkan pernikahan yang berkualitas. Kami mencari informasi di mana akan melakukan bimbingan. Di salah satu gereja kami, lembaga profesional atau melalui mentor.

Nongkrong di kafe sambil membuat evaluasi dan resolusi | foto: KRAISWAN

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline