Lihat ke Halaman Asli

Kris Wantoro Sumbayak

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Di Era Digital, Anak Muda Darurat Gangguan Mental

Diperbarui: 15 Oktober 2023   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di era digital, anak muda darurat kelainan mental | foto: FREEPIK/JCOMP via kompas.com

Seorang murid SD di Jakarta Selatan terjun dari lantai 4 di sekolahnya, diduga karena di-bully teman. Seorang murid kelas 2 SD di Gresik ditusuk matanya dengan tusuk bakso karena enggan memberi uang kepada kakak kelas. Seorang murid dikeroyok temannya di tempat terbuka, anak yang lain justru merekamnya.

Apa yang salah dengan anak-anak muda saat ini? Mentalnya kena.

***

Di masa remajaku, tahun 2000-an, alat komunikasi tercanggih adalah telepon kabel yang kebanyakan orang tidak tahu cara kerjanya. Meski hanya bermain dengan pelepah pisang, kaleng biskuit yang diadu dengan sendal, atau pistol-pistolan dari bambu; hidup kami bahagia tanpa gadget.

Ejek-ejekan dengan teman, saling menyebut nama dengan nama panggilan—betapa pun aneh, tidak sopan, dan jelek kedengarannya; kami sanggup melaluinya. Tidak ada istilah sakit hati apalagi kena mental.

Kenapa bisa begitu? Karena tidak ada internet. Kehidupan terasa normal, meski lambat dan serba terbatas.

Internet di satu sisi telah menghubungkan kita dengan seluruh dunia. Tapi di sisi lain, menyebarkan juga kepada kita segala informasi tiada henti. Mulai dari informasi yang benar dan bermanfaat, sampai yang salah dan merugikan.

Internet juga mendorong hadirnya media sosial, yang awal mula penciptaannya untuk menghubungkan yang jauh, meringkas jarak dan waktu. Namun perlahan menggantikan relasi maya, menyebabkan kita sering kesulitan untuk merespons dengan benar di dunia nyata.

Selain itu, media sosial menuntut kita untuk tampil sempurna, tidak boleh ada kekurangan. Jika tidak, komentar, kritikan sampai cibiran dari warganet harus siap dituai. Komentar yang tidak membangun, yang kontras dengan ekspektasi kita inilah yang bisa menimbulkan kekecewaan dan sakit hati. Padahal, sebelum ada internet, komentar pedas macam ini sudah biasa kita terima. Kisahku di masa kecil contohnya.

Aktivitas di media sosial ternyata meninggalkan jejak permanen, meski sudah dihapus sekalipun. Mustahil semua orang menyukai unggahan kita di media sosial, betapa pun kita sudah berusaha tampil sempurna.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline