Lihat ke Halaman Asli

Kris Wantoro Sumbayak

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Setiap Anak Punya Bara dalam Dirinya, Tugas Kita Memantiknya

Diperbarui: 4 September 2023   23:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi murid yang rela berkorban | foto: shutterstock via kumparan.com, tpa-rumahceria.blogspot.com

Marilah kita menundukkan kepala untuk mengenang para pahlawan yang sudah berkorban untuk meraih kemerdekaan Indonesia...

Kalimat itu biasanya diucapkan Bapak/Ibu guru selaku pembina upacara. Rela berkorban. Di era yang semakin egois dan penuh kedagingan ini, masih adakah orang yang rela berkorban bagi sesamanya?

***

Dalam pembelajaran Tematik, salah satu muatan yang aku ajarkan adalah rela berkorban (muatan PPKN). Sulit rasanya menghidupi sikap ini. Sedangkan di luar sana, para pemimpin dan wakil rakyat mengorbankan hak rakyat demi kepentingan perutnya sendiri.

Rasanya, poin ini hanya akan menjadi teori di dalam kelas. Terlindas oleh paham pragmatis yang ditawarkan oleh dunia.

Tapi, aku dikejutkan dengan beberapa rangkaian peristiwa di sebuah kelas. Sikap rela berkorban itu masih bisa dipraktikkan, bahkan sejak usia dini.

Tiga murid yang memberi warna

Ada tiga orang murid dalam satu kelas, semuanya laki-laki. Sebutlah nama mereka Andri, Kana, dan Dino. Ketiganya memiliki karakter dan keunikan masing-masing. Andri memiliki kemampuan berbahasa Inggris di atas rata-rata, namun dalam bahasa Indonesia justru lemah.

Kana adalah tipe anak ceria, ramah, murah senyum, namun kurang fokus dalam mengikuti pembelajaran. Ucapan guru yang tidak sampai satu meter di depannya, belum berlalu satu menit, sudah ditanyakannya lagi.

Beda lagi dengan Dino. Murid pria ini lebih banyak berinteraksi dengan teman-temannya yang perempuan dan pembawaannya kalem serta tutur katanya lembut. Meski memiliki keluhan tak terucap, Dino mau menulis dengan rapi.

Tiga murid laki-laki itu cukup memberikan warna di dalam kelas. Bersyukurlah kami bisa belajar bersama mereka.

Beberapa waktu ini, Kana duduk di bangku paling depan. Hal itu tak otomatis membuatnya paham materi yang disampaikan. Beberapa kali saat aku memberi tugas untuk dikerjakan dengan teman sebangku, Kana justru berbisik dengan temannya. Dan, lembar kerjanya kosong.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline