Kutulis surat ini
kala hujan gerimis
bagai bunyi tambur yang gaib,
Dan angin mendesah
mengeluh dan mendesah,
Wahai, dik Narti,
aku cinta kepadamu!
(Surat Cinta, W.S. Rendra)
Hatiku selembar daun
melayang jatuh di rumput;
Nanti dulu,
biarkan aku sejenak terbaring di sini;
ada yang masih ingin kupandang,
yang selama ini senantiasa luput;
Sesaat adalah abadi
sebelum kausapu tamanmu setiap pagi
(Hatiku Selembar Daun, Sapardi Djoko Damono)
***
Anda tentu tidak asing dengan kutipan puisi dua pujangga tanah air di atas. Pesona kata-katanya tak diragukan lagi. Tak lekang oleh zaman. Tapi, apa jadinya kalau puisi ditulis dalam surat izin sekolah?
Anda pernah tidak masuk sekolah? Seyogianya, kalau tidak masuk harus memberitahu guru/ wali kelas melalui surat. Entah dengan alasan sakit, acara keluarga atau keperluan lain, nikahan tetangga misalnya.
Sebelum era internet dan smartphone, izin wajib disampaikan melalui surat yang ditandatangani orang tua. Itu sikap yang sopan untuk menghormati guru, serta bertanggungjawab. Jika tidak masuk, tidak ada pemberitahuan berarti dianggap membolos (alpa)---bentuk ketidakdisiplinan dari murid dan orang tua.