Lihat ke Halaman Asli

Kris Wantoro Sumbayak

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Pembelajaran Tatap Muka Penuh, Tantangan dan Kesempatan

Diperbarui: 4 Agustus 2022   09:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sejumlah murid mengikuti uji coba pembelajaran tatap muka. (Foto: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)

Ini adalah minggu kedua sekolah kami (jenjang SD) melakukan pembelajaran tatap muka secara penuh. Sekolah kami menerapkan lima hari pembelajaran, Senin-Jumat, sampai jam 3 sore.

Tahun pelajaran 2022/2023 diawali dengan Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Jujur, aku secara pribadi tak sanggup membayangkan, bakal seperti apa dan bagaimana pembelajaran ini nantinya. 

Secara, dua tahun ini pembelajaran daring. Beberapa bulan belakangan pembelajan tatap muka terbatas, murid hanya 3 jam di sekolah. Kini murid kembali ke sekolah dari jam 8 pagi hingga jam 3 sore.

Ketidaksanggupan melihat masa depan ini mirip dengan kondisi di awal pandemi di Indonesia, awal 2020. Banyak yang tidak siap dan bingung. Secara mendadak, kami harus mengubah metode, sistem dan pola pembelajaran. 

Bagi guru muda (yang sudah melek teknologi) pun harus tetap belajar. Apa kabar dengan guru angkatan lansia yang terbiasa mengajar klasikal satu arah?

Kini, saat pandemi mulai mereda dan terkendali, pembelajaran tatap muka penuh kembali diterapkan, dengan tetap memakai masker. Otak dan tubuh kembali berontak karena tatanan rutinitas yang sudah mapan kembali dirombak.

Dulu, tiga jam menangani murid, setelah itu agak longgar untuk mengerjakan administrasi, atau berdiskusi dengan rekan kerja. Sekarang dari pagi sampai sore akan bersama murid. 

Jam mengajar sangat padat, khususnya mapel Tematik jadwalnya setiap hari. (Implementasi Kurikulum Merdeka baru diterapkan di kelas 1 dan kelas 4)

Di sekolah kami, wali kelas bertugas menunggu murid saat makan snack dan makan siang. Lalu berkomunikasi pada orang tua saat penjemputan. Bagi guru yang non-wali kelas mendapat tugas piket sebagai pengecek suhu, pengarah untuk cuci tangan serta menunggu anak-anak bermain di play ground.

Ada jeda dua-tiga jam pelajaran dipakai sebentar untuk bernafas, minum atau sekedar melihat pesan WA. Lainnya, kembali menangani para murid. Kebayang kan capeknya?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline