Lihat ke Halaman Asli

Kraiswan

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Beda Adat, Siapa Takut? #6

Diperbarui: 11 Juni 2022   20:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi menjadi mahasiswa | foto: shutterstock via kumparan.com

Aku pernah ikut persekutuan saat SMP, tapi tidak berlanjut saat SMA. Hari-hariku disibukkan dengan bermacam kegiatan sekolah dan belajar. Memasuki kehidupan kampus, Tuhan punya cara mengembalikanku pada jalur yang tepat.

Di masa SMA hingga menjelang Ujian Nasional, aku sedih sebab bapak-mama sering berantem. Biasalah, urusan orang tua. Hal-hal sepele pun bisa jadi masalah dan sumber pertengkaran. Bagaimana bisa fokus belajar untuk ujian, sedang bapak-mama berantem?

Aku mengalami banyak kekecewaan atas sikap bapak kepada mama. Sering kali, sikapnya tidak menunjukkan kasih sebagaimana layaknya suami-istri. Waktu itu aku berdoa, jika Tuhan izinkan semoga bapak-mama berdamai sebelum aku ujian. Jika tidak, aku takkan fokus belajar.

Puji Tuhan, Dia menjawab doaku. Bapak-mama berdamai, sehingga aku bisa fokus mempersiapkan ujian. (Perdamaian mereka cuma sementara. Ke depan, masih banyak pertengkaran bapak-mama, berulang.) Singkat cerita, aku berhasil melalui Ujian Nasional. Puji Tuhan, lulus.

Setelah Ujian Nasional SMA, aku bergumul langkah apa yang diambil berikutnya? Yang jelas tidak menikah ya, hehe. Aku punya impian, dan untuk meraihnya harus belajar di jenjang yang lebih tinggi. Membuka wawasan dan mengembangkan diri.

Sebab tidak punya gambaran tentang pilihan kampus, aku berencana akan kuliah di Medan saja. Setidaknya masih bisa pulang sesekali dan bertemu bapak-mama. Ada juga tulang (saudaranya mama) tinggal di Medan, bisa menumpang di sana.

Namun, temanku mengajakku untuk mendaftar ke salah satu kampus di Jawa. Hah? Kampus di Jawa, jauh sekali...? Memangnya bisa lulus?

Dengan modal iman, ditambah desakan temanku aku mendaftar juga. Aku mengisi dua pilihan jurusan, yaitu Fakultas Kesehatan Masyarakat dan Kimia. Aku sudah berusaha semampuku, berikutnya Tuhan yang menilai. Dan... aku lulus! Wah, aku sampai tak menyangka bakal bisa kuliah di Jawa.

Satu sisi aku senang dan bersyukur, bisa melihat kehidupan di luar daerah. Di sisi lain juga sedih, harus meninggalkan bapak-mama. Mereka juga harus memberi dukungan dana yang tidak sedikit. Meski begitu, mereka ikhlas melepasku, demi aku bisa meraih kehidupan yang lebih baik.

Tuhan "mendamparkanku" di Semarang, tepatnya Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Diponegoro. Banyak yang memplesetkan sebagai Fakultas Kecantikan dan Modelling. Soalnya, mayoritas penghuninya perempuan. Di fakultas ini aku bergabung dalam kelompok kecil yang dalam perjalanannya berhasil membentuk karakterku makin matang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline