Lihat ke Halaman Asli

Kris Wantoro Sumbayak

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Beda Adat, Siapa Takut? #5

Diperbarui: 21 Mei 2022   15:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi cinta monyet masa sekolah | foto: IG/filmdignitate via popbela.com

Cerita sebelumnya... Aku tidak ingin disetir perasaan kasmaran lagi. Di gereja Surabaya maupun Salatiga juga tidak ada indikasi tentang sosok pasangan hidup yang aku doakan... dengan campur tangan Tuhan, doaku justru dijawab dengan cara tak terduga. Aku justru diarahkan pada sosok yang tidak masuk dalam daftar doaku. Siapakah dia?

Baca juga: Beda Adat, Siapa Takut? #4

***

Bagian ini menceritakan sudut pandang istriku:

Aku dibesarkan dan dididik oleh bapak yang melarang keras untuk berdekatan, apalagi berpacaran semasa sekolah. "Sekolah yang baik, jangan pacar-pacaran dulu!" Kalimat itu terus diulang saat makan malam, hingga "mengkristal" di benak dan sangat mempengaruhi hidupku.

Sejak kelas dua SD anak-anak cowok sering iseng untuk menunjukkan rasa tertariknya pada Yanti. Rambut panjang sepinggang membuat Yanti terlihat beda dari anak cewek umumnya. Beberapa kali Yanti dikirimi surat oleh teman-teman cowok, namun tidak kurespons karena larangan bapak.

Saat kelas 6 SD aku sedikit tertarik pada salah satu teman cowok, namun hanya bisa dipendam. Perasaan itu lalu hilang begitu saja karena takut ketahuan bapak.

Di jenjang SMP aku bersekolah di daerah kecamatan. Lumayan jauh jika berjalan kaki. Jumlah siswanya lebih banyak dibanding SD. Aku tidak PD keluar kelas saat jam istirahat. Kudapati beberapa surat terselip di buku paket, kantong tas, maupun dititip ke temanku. (Hayo, siapa yang pernah surat-suratan waktu sekolah?) Hal itu membuatku makin enggan keluar kelas.

Pesan Bapak agar tidak pacaran membuatku mangacuhkan para cowok, bahkan sekedar bertegur sapa. Ditambah rasa malu yang sangat tinggi memasuki usia remaja. Nampak berlebihan memang. Akibatnya, mereka yang mencoba mendekatiku sering mencariku ke kelas. Sampai-sampai aku sembunyi di kolong meja.

Banyak teman cowok yang mencoba mendekatiku. Seingatku ada lima teman seangkatan yang menunjukkan ketertarikannya padaku. Abang kakak kelas ada tiga (atau lebih) juga mencoba mendekati dan mengirimiku surat. Semua cowok itu tidak aku respons. Aku justru bersembunyi dari mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline