Lihat ke Halaman Asli

Kraiswan

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Pendidikan adalah Proses "Memaksa"

Diperbarui: 9 April 2022   17:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi pendidikan yang "memaksa" anak membaca| foto: shutterstock via kumparan.com

Demikian kata salah seorang tokoh pendidikan. Entahkah orang tersebut mengutip dari orang, atau meramu sendiri. Anda boleh tidak setuju, mau setuju juga boleh. Bergantung dari sudut pandang yang dipakai.

Bagiku, pendidikan yang "memaksa" punya dua sisi, yakni etis dan non-etis. Untuk memahami perbedaannya, simak beberapa kasus ini ya...

Pemaksaan etis pendidikan 

Di usia TK (Taman Kanak-kanak), anak diajak bermain, bernyanyi dan mulai dikenalkan angka dan huruf. Masuk ke jenjang SD (di Indonesia), anak belajar angka dengan digit yang lebih banyak, lalu diharuskan bisa berhitung dan membaca. Ada ujiannya pula. Di negara lain, hingga kelas 3 bahkan tidak ada ujian.

Bayangkan jika sejak di kelas 1 itu murid tidak diwajibkan menulis, atau membaca. (Sedang yang mengerjakan sambil didampingi saja tidak langsung lancar.) Hampir pasti anak-anak itu hanya ingin bermain, bermain dan membuat onar karena tidak ada kewajiban.

Di sebuah sekolah negeri di suatu kampung, terdiri lima belas murid. Kejadian sekitar 2000-an, sebelum "musim" internet. Semua murid dalam kelas itu diharuskan memindahkan isi buku dengan cara mencatat perkataan sang guru sampai titik-koma. Menulisnya harus rapi dan lengkap.

Bukankah ini suatu bentuk pemaksaan? Tapi itu memang selayaknya dilakukan. Bayangkan jika guru memberi kelonggaran. "Kalian tidak diwajibkan untuk mencatat. Dengar saja apa yang Pak Guru katakan, ingat baik-baik di otak kalian..." Lalu, dengan apa murid mengulas materi dan menghadapi tes?

Menjelang EBTANAS, para murid wajib menghafal nama pemimpin daerah, dan menteri luar negeri yang berganti tiap periode! Apa gunanya? Meski begitu, para bocah itu menurut juga. Mereka tidak menganggap perintah gurunya sebagai paksaan.

Dalam matematika dan fisika, seorang murid harus (dipaksa) menghafal rumus-rumus. Luas segitiga = 1/2 x alas x tinggi. Gaya (F) benda sebanding dengan massa (m) dan percepatannya (a). Jika tidak hafal, bagaimana mau menyelesaikan persoalan?

Di jenjang SMA hingga kuliah, "pemaksaan" ini berlanjut dalam kemasan tanggung jawab, praktikum dan penelitian. Mahasiswa terikat dengan institusi yang memaksa mereka melakukan kegiatan sesuai prosedur, aturan dan birokrasi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline