Anda pernah jadi korban penipuan sejumlah uang? Semoga tidak. Tapi, seringkali kita tersandung sekali agar lebih hati-hati kalau berjalan, bukan?
Kecanggihan teknologi dan sistem informasi sejalan dengan merebaknya tindak penipuan. Sepintar-pintarnya anda menyimpan benda berharga di gawai, lebih pintar penipu mencurinya. Apalagi dengan ilmu hipnotis---atau apa pun namanya---yang bisa menyasar siapa pun jadi korban.
Aku pernah tertipu sekali, merasa diri sangat bodoh karenanya. Aku ceritakan kronologi singkatnya ya...
Semasih kuliah, hingga tahun kedua sepertinya, aku belum juga dibuatkan SIM oleh orang tua. Perekonomian alasannya, "Kalau ada cegatan menghindar. Jangan sampai kena tilang," bujuk ayah.
Mungkin sadar konsep ini keliru, akhirnya aku dibuatkan SIM sekalian bareng adik. Nantinya waktu mau membayar, kami diminta mengaku saudaranya polisi, namanya anu.
Setelah brifing, aku melangkah bareng adik ke kantor Poltas, mendaftar sesuai prosedur. Setelah tes teori dan praktik, waktunya membayar pada petugas.
Anehnya, transaksi tidak dilakukan di loket, tapi di pojok suatu ruangan. Mencurigakan. Sesuai brifing, aku diminta menyebutkan nama seseorang yang dipercaya melancarkan segala urusan.
"Aku saudaranya Bogel, Pak." Anda tahu hasilnya, biar aku mengaku saudaranya presiden, aku harus tetap membayar sesuai yang petugas minta.
Pelajaran moral 1: jangan mengaku saudaranya polisi hanya untuk mengurus SIM.
***