Lihat ke Halaman Asli

Kris Wantoro Sumbayak

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Filosofi Atap Bocor: Biar Beres, Buka Plafonnya

Diperbarui: 25 Januari 2022   23:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Plafon yang dibongkar untuk mencari tahu titik kebocoran. | foto: dokumentasi pribadi

Aku bukan tukang dan tak berminat menjadi tukang. Ayahku anak tukang, tapi tidak mewariskan bakatnya padaku. Akibatnya aku harus belajar ilmu dasar pertukangan untuk membereskan perkara dalam rumah. Atap yang bocor misalnya.

Siapa yang tidak jengkel dengan atap bocor? Maunya bernaung waktu hujan deras, menikmati kehangatan di dalam rumah. Lha ini malah berbasahan, harus mengamankan barang-barang. Apalagi kalau ada perkakas elektronik. Repot.

Beberapa penyebab atap bocor: genteng pecah, genteng bergeser dari tempat seharusnya, maupun talang berlubang/ sobek/ pecah. Sebuah rumah mengharuskan punya talang jika atapnya memiliki sambungan. Biasanya model rumah zaman dulu.

Jika talangnya tidak dirancang dengan tepat, air hujan bisa membludak ke celah genteng dan membasahi ruangan. Ini terjadi di rumah ayahku. Belakangan, meski talangnya sudah dibuat cor, masih bocor bak grojogan (air terjun). Kok bisa? Karena tidak dibuat dengan tepat. Apalagi di sekitar rumahnya banyak pohon besar, dedaunan kering berjatuhan tertimbun di talang, jarang dibersihkan.

***

Di rumah kontrakan sebelumnya, kami pun repot dengan talang bocor. Setelah pindah rumah, bocor masih jadi menu wajib. Nasib. Masalahnya sama, talang dan atap. Oleh bapakku, talang sudah diganti dengan plat baru. Yang harganya paling mahal, supaya lebih awet. Satu bagian beres.

Masalah lain, di salah satu sudut tembok di ruang tengah air merembes tiap datang hujan. Posisinya dekat dengan talang. Kali ini, bapakku tidak sanggup menangani. Malah mengeluh dan menyalahkan orang lain. "Itu gegara tetangga yang masang atap, genteng kita ditindihkan, trus ndak dibenerin." Tidak solutif.

Pencerahan justru datang dari Om. Beliau penggergaji kayu, tapi bisa nukang. "Kalau mau mencari sumber bocor itu gampang. Ngeceknya pas hujan (ya iyalah). Trus titik rembesannya tidak selalu menjadi titik bocornya. (Owalah...) Biar beres, bongkar plafonnya!" Bah, ini mau diperbaiki tapi kok merusak?

Prinsip ini berseberangan dan takkan ditempuh ayahku. Dia lebih menyayangkan plafon yang tidak bersalah, dibandingkan membereskan hal kebocoran. Maka, kali ini aku percaya pada Om.

Atap menganga menolong menemukan penyebab kebocoran. Analisis Om: atap seng gelombang milik tetangga di bawah genteng dan miring ke arah kami. Sisi yang tertindih hanya sekitar 7 cm. Kalau hujan deras, airnya tumpah ke rumah kami. Oleh Om, seng yang miring itu diganjal sepotong balok agar lebih rata.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline