Lihat ke Halaman Asli

Kraiswan

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Beda Adat, Siapa Takut? #4

Diperbarui: 4 Desember 2021   21:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mencari pasangan hidup harus tahu prioritas | gambar: pinterest.com, thirdspace.net, olah gambar: KRAISWAN

Dari rangkaian penolakan itu menjadi cara Tuhan membentukku menjadi pribadi yang tidak gampangan memilih pasangan. Dalam kekalutanku, kakak KTB berkhotbah, "Itu menjadi cara Tuhan untuk melengkapi sesuatu yang kurang dalam dirimu." Nasihat itu sulit dicerna otakku, karena dia bahkan belum pernah pacaran.

Meski perkataan kakak itu ada benarnya, aku berusaha berontak. Satu kakak rohani gereja bahkan berujar, "Kalau si Kris meski belum pernah pacaran, nanti sekalinya pacaran langsung jadi (menikah)." Amin!, balasku.

Aku terus berproses. Meski pikiran tidak karuan gegara urusan asmara, aku harus tetap mengerjakan studi. Melalui diskusi dalam KTB, karakter dan pola pikirku perlahan diasah makin dewasa sehingga berprinsip, tujuan pacaran adalah persiapan untuk menikah.

Siap pacaran, berarti siap menikah. Prinsip ini yang juga aku tekankan pada adik-adik KTB. Mulanya, aku ingin pacaran karena mengikuti tren teman-temanku. Mereka saja sudah pacaran, wajar jika aku juga ingin. Aku pernah menganggap dengan berpacaran bisa menaikkan nilai diri. Jika belum pacaran, ada yang kurang.

Baca juga: Beda Adat, Siapa Takut? #3

Meski begitu, berat menerima kenyataan ini. Pertama, aku tipe rasional. Tampangku tidak jelek-jelek amat. Teman-temanku yang (maaf) tidak lebih ganteng dari aku pun bisa punya pacar. Kedua, masa iya seperempat abad lebih aku tak tahu rasanya pacaran?

Ternyata, kelak aku disadarkan bahwa selama ini aku belum diizinkan pacaran karena pada banyak aspek aku belum siap. Untuk itu, aku harus menikmati proses agar lebih siap.

Penantian dan persiapan seperempat abad lebih untuk menemukan (dan menjadi) pasangan tepat yang akan mendampingi seumur hidup, why not?

Tapi sampai di sini pun menjadi tahap yang sulit dijalani, kawan. Perlu hati yang mau dibentuk, percaya, setia dan terus taat. Belum lagi komentar orang-orang terdekat. Bukannya meneguhkan, seringkali melemahkan. "Makanya, jangan banyakan doa. Usaha dong!" Hmm...

Akhirnya aku belajar membuat prioritas hidup. Aku tidak ingin mengandalkan pengertian sendiri, tapi taat pada pimpinan Tuhan. Sebagai mahasiswa, tentunya prioritas utama adalah menyelesaikan studi tepat waktu. (Meski faktanya molor setahun)

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline