Lihat ke Halaman Asli

Kris Wantoro Sumbayak

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Beda Adat, Siapa Takut? #3

Diperbarui: 25 November 2021   13:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi komunitas dalam kelompok kecil | gambar: GETTY IMAGES via thetimes.co.uk

Musim sakit hati mengisi hari-hariku sebagai mahasiswa. Dalam suatu kegiatan PD fakultas. Suatu hari ada satu kakak alumni (sesama prodi pendidikan fisika) yang sok akrab pada kami, maba (mahasiswa baru). 

Setelah berkenalan dan berbasa-basi, dia mengajak kami bergabung dalam salah satu persekutuan di luar kampus. Minggu berikutnya, teman seangkatan mengajakku bergabung dalam kelompok kecil bernama Kelompok Tumbuh Bersama (KTB). Eh, makanan macam apa itu?

Dalam kelompok kecil ini aku makin mengenal betapa diversitasnya Indonesia. Rekan satu kelompok disebut saudara KTB. Pemimpin kelompok (disebut PKTB) kami orang Ambon-Maluku, aku dan satu saudaraku orang Jawa, dua saudaraku yang lain orang Nias dan Soe-Kupang. 

Seperti kampus kami dikenal sebagai Indonesia mini, sebutan itu cocok untuk kelompok kami. Tak hanya perbedaan latar belakang budaya, tapi pola pikir, karakter, serta gaya berkomunikasi membuat kami harus belajar bertoleransi atas keragaman.

Satu PKTB memimpin 3-4 orang mahasiswa, yang dibimbing dan diperlengkapi sebagai murid rohani. Kelak, setelah mencapai tahap tertentu, kami akan gantian memimpin adik mahasiswa yang lain. Regenerasi. Melalui KTB ini banyak aspek dalam diri kami yang terus diasah, yang tidak didapatkan di bangku kuliah.

Baca juga: Beda Adat, Siapa Takut? #2

Mendalami Alkitab menjadi menu wajib. Materi lainnya disiplin menyiapkan materi, mengatur aktivitas, keuangan, maupun relasi dengan sesama. Lebih jauh, kami diajarkan banyak prinsip hidup yang kokoh agar tidak terjerumus dalam kenakalan bermahasiswa. Tujuan utama semua proses ini agar kami mengalami pertumbuhan rohani. Bak tanaman, agar bertumbuh perlu dirawat, disiram, mendapat sinar dan elemen pendukung.

Kelak, proses yang tidak enak dalam KTB ini yang menolongku menemukan Pasangan Hidup. Aku bakal menyesal jika tidak ikut KTB.

Namun, sama halnya tanaman muda yang sedang bertunas, selalu ada hama yang menggerogoti. Demikian juga dalam proses pembentukan kami. Aku dan teman-temanku, meski dilatih dalam kelompok yang sama, tahap pertumbuhannya berbeda. Buah matang di waktu berbeda meski di pohon yang sama. Dan nampaknya, aku yang paling lambat.

Awal bergabung dalam KTB, aku masih berambisi menggaet si gadis Lampung. Masih ngeyel mendekatinya. Jadi fokusku terbagi antara kuliah, pelayanan gereja, KTB dan PDKT. Ngeyel.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline