Lihat ke Halaman Asli

Kraiswan

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Seminggu Mengajar Daring, Ini Keterampilan Baru yang Kami Dapat

Diperbarui: 28 Juli 2020   17:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Satu kelas, tiga laptop. Seni mengajar jarak jauh | dokumentasi pribadi

Aku di sini dan kau di sana, hanya berjumpa video dan suara... jauh di mata lalu makin tak ngerti...

Begitulah untaian kata yang merepresentasikan nasib kami. Buruh pendidik yang pusing mengajar daring, meladeni orang tua-murid yang bingung. Kami kudu banyak akal, panjang usus, serta dingin kepala menghadapi tahun ajaran baru 2020. Gulung koming-nya saya ulas di sini.

Satu minggu mengajar daring, kami dapat banyak keterampilan baru.

Berimprovisasi. Saya jadi guru yang untung, sekaligus buntung kali ini. Mengajar di jam pertama, hari pertama. Saya panen beragam masalah. Yang masalah mikrofon tidak menangkap suara. Yang belum mencetak summary. Yang belum tahu di mana melihat jadwal...

Alhasil, dua JP menguap. Tak berisi. Barulah pada jam ketiga, dari rekan guru Matematika saya belajar untuk "lanjut terus". Harus improvisasi. Fokus pada rencana pembelajaran. Tidak perlu meladeni semua komplain murid, apalagi gegara alasan sepele. PJJ menuntut kesiapan menyeluruh.

Terampil mengoperasikan laptop. Merasa gaptek. Padahal sarjana baru. Namanya menggunakan barang baru---baru menggunakan tepatnya. Aplikasi pembelajaran daring sudah tersedia jauh sebelum pandemi. Google Classroom misalnya, dirilis 2014. Pasti butuh belajar. Kagok di sana-sini sebelum betulan terampil.

Sudah sabar, jadi esktra sabar. Jaringan naik turun, anak sudah diberitahu masih bertanya, kalau  anaknya kesulitan orang tua bukannya japri malah heboh di grup. Itulah alasan untuk sabar. Teknologi itu mudah dipelajari, tapi kesabaran... susah setengah hidup.

Anak-anak kangen ke sekolah. Tempat bukan hanya menimba ilmu, tapi kesempatan bersosialisasi dengan teman-teman. Apalagi mendapat perhatian dan didikan dari guru. Sekolah jadi sumber kebahagiaan mereka, yang takkan pernah digantikan gawai pemberian orang tua. Betapa pun canggih dan mahalnya. Di sinilah kesabaran guru "terbayar". Peran mereka tak tergantikan. Gegara pandemi ini saja sementara pembelajarannya jarak jauh.

Tapi yang lebih merindukan sekolah adalah para emak. Kok bisa? Ya iyalah, mereka sudah bayar ke sekolah, tapi masih harus mendampingi belajar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline