Lihat ke Halaman Asli

Kris Wantoro Sumbayak

TERVERIFIKASI

Pengamat dan komentator pendidikan, tertarik pada sosbud dan humaniora

Pancasila Sudah Final, Tak Perlu Haluan Ideologi!

Diperbarui: 27 Juni 2020   13:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pancasila sebagai pemersatu keberagaman, foto: istimewa via minews.id

"The Pancasila. The five guiding principle of our's natinal life. First, believe in God. Second, nationalism. Third, humanity. Fourth, democracy. Fifth, sosial justice. Bahwa Pancasila itu adalah benar-benar satu dasar yang dinamis. Suatu dasar yang benar-benar dapat menghimpun segenap tenaga rakyat Indonesia! (Arsip Nasional Republik Indonesia)

Demikianlah kutipan pidato salah satu bapak pendiri bangsa, Ir. soekarno. Satu pijakan final yang---meski tidak bisa menyenangkan semua kepala---cukup mengikat kemajemukan di bawah langit nusantara.

Belum tuntas urusan pandemi Corona, Indonesia memanas karena publik menolak usulan RUU HIP (Haluan Ideologi Pancasila). HIP adalah Rancangan Undang-undang yang diusulkan oleh DPR RI, dan telah ditetapkan dalam Prolegnas (program legislasi nasional) RUU Prioritas tahun 2020. 

Dikatakan bahwa saat ini belum ada undang-undang sebagai landasan hukum yang mengatur mengenai Haluan Ideologi Pancasila sebagai pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara. (kompas.com)

Apakah saat ini kita memerlukan haluan dimaksud?

RUU HIP terdiri dari 10 bab dan 60 pasal, di mana muatan yang jadi polemik adalah Trisila dan Ekasila. Tercantum dalam Bab II pasal 7, berbunyi: (1) Ciri pokok Pancasila adalah keadilan dan kesejahteraan sosial dengan semangat kekeluargaan yang merupakan perpaduan prinsip ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan, kerakyatan/demokrasi politik dan ekonomi dalam satu kesatuan.

(2) Ciri pokok Pancasila berupa trisila, yaitu sosio-nasionalisme, sosio-demokrasi, serta ketuhanan yang berkebudayaan. (3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam ekasila, yaitu gotong-royong. Anwar Abbas, Sekjen MUI menilai, memeras Pancasila menjadi Trisila dan Ekasila merupakan pengkhianatan terhadap bangsa dan negara. (kompas.com)

Dampaknya, Rabu, 24/06, terjadi demonstrasi menolak RUU tersebut di depan gedung parlemen di Jakarta. Berarti alarm demokrasi masih berfungsi. Sayangnya, demonstran hanya dari kalangan ormas. Apakah berarti kelompok umum lainnya tidak terusik?

Saya sempat menduga, RUU ini ditunggangi oleh kelompok ekstremis atau jaringan tikus berdasi. Ternyata draf ini justru diusulkan anggota DPR dari fraksi PDI-P, ketuanya adalah anak ketua umum, di mana presidennya diusung partai yang sama. Jika salah langkah, dikhawatirkan menambah catatan negatif sang presiden setelah kontroversi PSBB, kasus pemutusan jaringan internet di Papua, RUU Omnibus Law, maupun ketidakjelasan komunikasi penerapan Kewajaran Baru.

Dalam demonstrasi tersebut, terjadilah pembakaran bendera bersimbol banteng moncong putih, identitas partai PDI-P. Sigap, sang ketua umum memerintahkan semua dewan pimpinan daerah untuk mengawal kepolisian dalam mengusut pelaku pembakaran bendera.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline