Percuma kerja dari rumah, belajar dan ibadah di rumah; Sia-sia memborong empon-empon, menimbun handsanitizer dan masker; jika masih uyel-uyelan.
Dua minggu pertama puasa (awal Mei) jalanan dan beberapa tempat publik di Salatiga lengang. Tiap hari rasa weekend.
Namun, sekitar seminggu menjelang lebaran, kehidupan telah normal. Jalanan mulai padat. Gerai ATM penuh sampai mengantri.
Bahkan emak-emak sampai lelaki santuy saja berdempetan belanja sayur, seolah di situ satu-satunya penjual sayur.
Jagad Twitter diramaikan dengan tagar #indonesiaterserah. Seperti disaksikan Melanie Subono dari akun Instagramnya @melaniesubono (14/05) di Terminal 1 dan 3 Bandara Soeta, semua orang jadi punya surat tugas.
Fenomena inilah yang memuncakkan kekesalan tenaga medis pada pemerintah yang membobol protokol kesehatan, juga masyarakat yang tak betah jaga jarak. (kompas.com 17/05)
Salatiga yang tidak PSBB, wajar kalau lebaran tahun ini normal. Kok saya tahu, berarti saya keluyuran? Ada dinas kenegaraan yang---tak membutuhkan surat tugas---mutlak dilakukan: mengantar jemput ibu bekerja di sebuah industri makanan.
Dalam mobilitas harian itu saya menemui kerumunan di jalanan sejak pagi. Apalagi menjelang jam berbuka, beh!
Lalu kemarin (16/05) saya harus ke pasar untuk belanja sembako. Ada seorang kakak alumni meminta bantuan menyiapkan sejumlah paket sembako.
Mulanya saya pasang pertahanan, kenapa saya? Saya bukan juragan atau anak tauke sembako. Saya juga tak ingin ambil resiko dengan kelayapan ke pasar. Setelah dipaparkan bahwa paket ini untuk para mahasiswa, saya langsung "OK!".